Berita Mensos Respons Penolakan Gelar Pahlawan Soeharto: Bukan Malaikat

by
Berita Mensos Respons Penolakan Gelar Pahlawan Soeharto: Bukan Malaikat


Yogyakarta, Pahami.id

Menteri Urusan Sosial Ri Saifullah Yusuf alias Gus Ipul Munculnya sebuah petisi yang menolak hak pahlawan nasional untuk presiden ke -2 Republik Indonesia Soeharto adalah hal biasa. Petisi sekarang telah ditandatangani oleh 5 ribu orang.

Gus Ipul juga mengatakan dia menerima kelebihan dan kekurangan proposal judul pahlawan nasional untuk Suharto sebagai proses pembelajaran bersama.


“Sudah ada orang yang mendukungnya, beberapa menolak, ya, ya, ini adalah umum menurut kami, kami hanya menerima ini sebagai proses pembelajaran bersama karena apa yang disarankan adalah manusia, bukan malaikat.

Petisi itu dimaksudkan untuk dibuat di situs web Change.org dengan judul ‘Menolak Judul Pahlawan Nasional untuk Suharto!’. Menurut pemantauan, 5.751 tanda tangan dikonfirmasi pada hari Sabtu (3/5), pada 18:38 WIB.

Gus Ipul mengklaim siap untuk membuka kembali ruang dialog atau partisipasi publik sejalan dengan banyak penolakan melalui petisi ini.

“Ya, kita bisa berdialog di mana saja, dengan dialog publik,” katanya.

Gus Ipul mengatakan Suharto memiliki kesempatan untuk mendapatkan gelar pahlawan tahun ini setelah namanya dibatalkan dari MPR Tap 11/1998 tentang korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Dia menjelaskan bahwa judul judul pahlawan dimulai dengan saran publik. Proposal ditempatkan di distrik/kota dan kemudian diusulkan oleh bupati/walikota tempat sosok itu lahir.

Nama yang diusulkan akan ditinjau oleh Tim Penelitian dan Penelitian Judul Regional (TP2GD) dan kemudian diusulkan oleh Bupati/Walikota kepada Gubernur. Dari gubernur, nama itu akan diusulkan ke Kementerian Sosial.

“Setelah kami, kami kemudian membesarkannya ke gelar dan upacara gelar akan membawanya ke presiden,” katanya.

Petisi penolakan dibuat oleh Akun Gerakan Masyarakat Sipil, Suharto pada 8 April 2025. Mereka menyoroti niat pemerintah melalui Kementerian Urusan Sosial (Kementerian Urusan Sosial) untuk memberi Suharto pahlawan.

“Selama 32 tahun kepemimpinannya sebagai presiden, ia telah melakukan kekerasan terhadap publik, pelanggaran hak asasi manusia dan bahkan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia, penyalahgunaan kekuasaan dan kekuasaan, serta korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN),” tulis fragmen petisi, yang disebutkan pada hari Kamis (1/5).

Ada tiga alasan utama penolakan. Pertama, Suharto dianggap telah melakukan beberapa pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia (HAM), dari insiden 1965-1966, insiden penembakan misterius 1982-1985, hingga insiden Mei 1998.

Alasan kedua untuk penolakan adalah pelanggaran hak asasi manusia. Ketiga, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme atau kkn.

(Kum/dmi)