Berita Masjid Sultan Riau yang Ditempel dengan Putih Telur di Pulau Penyengat

by
Tanjungpinang, Pahami.id

Masjid Agung Sultan Riau Pulau Penyengat di Desa Jembatan. Desa Penyengat Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau masih berdiri kokoh setelah lebih dari dua abad.

Bangunannya kokoh dengan arsitektur hingga warna kuning cerah.

Ketua Masjid Haram Sultan Riau di Pulau Penyengat, Raja Alhafiz mengatakan, dahulu kala -pada masa Kesultanan Riau, Lingga, Johor, dan Pahang – pulau tersebut kosong dan hanya menjadi tempat para nelayan atau pelaut. mampir untuk mengambil persediaan air minum. Pulau ini memiliki danau air tawar untuk diminum dan airnya tidak pernah kering meski cuaca panas.


Kemudian pulau tersebut menjadi mahar atau mahar ketika Sultan Mahmud Riayat Syah mempersunting putri Raja Haji Fisabilillah, Raja Hamidah Engku Putri.

Banyak yang bilang Pulau Penyengat itu Pulau Mas Kawin, mulai dari Sultan Mahmud Riayat Syah hingga Raja Hamidah Engku Putri, kata Alhafiz kepada CNNIndonesia.comSenin (4/3).

<!–

ADVERTISEMENT

/4905536/CNN_desktop/cnn_nasional/static_detail

–>

Masjid yang dibangun pada tahun 1803 ini awalnya berukuran kecil dengan menggunakan kayu di pinggir pantai Pulau Penyengat. Namun seiring berkembangnya peradaban, masjid ini kemudian dijadikan sebagai pusat pemerintahan kerajaan.

Seiring dengan pesatnya perkembangan saat itu, masjid tersebut tidak mampu menampung jumlah jamaah yang ada di sana, sehingga Baginda memerintahkan agar dibangun masjid yang lebih baik, bagus dan besar.

Jadi masjid ini dibangun di tempat ini. Masjid ini didirikan pada tahun 1832, namun tidak jelas berapa lama dibangun, kata Ketua Penyengat Masjidil Haram Riau, Raja Alhafiz.

Ubah pria dan wanita menjadi putih telur

Dalam pembangunan masjid yang tidak lagi berdinding kayu itu, Alhafiz menjelaskan, pengerjaannya siang malam dilakukan secara bersama-sama baik oleh laki-laki maupun perempuan.

Katanya, pada siang hari dilakukan oleh perempuan dan pada malam hari dilakukan oleh laki-laki.

Selain itu, masjid ini dibangun tanpa menggunakan beton dan struktur batu serta batako tidak disemen.

Alhafiz mengatakan, saat itu belum ada semen, sehingga masjid dibangun menggunakan batu bata dengan perekat pasir, tanah liat, kapur, dan putih telur. Katanya, saat itu masyarakat di sekitar pulau diminta pemerintah mengirimkan bantuan pangan kepada para pekerja, mulai dari ikan asin hingga telur.

Khusus telur ini, kuning telurnya dijadikan makanan para pekerja, sedangkan putihnya dikumpulkan untuk dijadikan pasta guna membangun masjid.

“Jadi, arsitek yang membangun masjid ini adalah orang India dari Singapura yang mengatakan bahwa putih telur merupakan perekat yang sangat baik untuk bangunan,” kata Alhafiz.

Seorang pengunjung mengabadikan peninggalan sejarah di Masjid Agung Sultan Riau di Pulau Penyengat, Kepulauan Riau. (Pahami.id/Arpandi)

Filsafat Islam

Kata dia, masjid tertua di Kepri ini dibangun dengan filosofi Islam. Misalnya, kata dia, 13 anak tangga untuk naik ke masjid melambangkan 13 rukun shalat, kemudian 5 pintu melambangkan rukun Islam, dan 6 jendela yang juga melambangkan rukun iman.

Tak hanya itu, 13 kubah dan 4 menara masjid berjumlah 17 yang menandakan banyaknya rakaat salat wajib dalam sehari.

Keistimewaan lain dari rumah ibadah ini adalah adanya rumah sotoh dan ruang musyawarah di kanan dan kiri halaman masjid.

Pendopo yang berbentuk rumah tiang tanpa dinding ini dulunya digunakan sebagai tempat menunggu salat dan berbuka puasa di bulan Ramadhan. Rumah Sotoh merupakan bangunan berarsitektur Arab yang menjadi tempat belajar ilmu agama.

Salah satu pengunjung, Rusdi, mengaku terkesan dengan masjid serta kelestarian peninggalan sejarah dan bangunannya. Menurutnya, Masjid Haram Sultan Riau di Pulau Penyengat memiliki kemiripan dengan Masjid King Ahmed di Istanbul, Turki, karena menara masjidnya berbentuk kerucut yang lebih tinggi.

Selain itu, kata dia, ornamennya mirip dengan masjid di Turki. Begitu pula dengan lampu hias di masjid seperti Masjid Hagia Sophia.

“Memiliki keunikan tersendiri, menurut saya Masjid Haram Sultan Riau di Pulau Penyengat mirip dengan Masjid Hagia Sophia di Turki jika dilihat dari dekorasinya,” kata Rusdi.

Baca halaman berikutnya

Artikel ini merupakan rangkaian cerita yang dimuat di masjid-masjid kuno di Indonesia CNNIndonesia.com pada bulan Ramadhan 1445 Hijriah


!function(f,b,e,v,n,t,s){if(f.fbq)return;n=f.fbq=function(){n.callMethod?
n.callMethod.apply(n,arguments):n.queue.push(arguments)};if(!f._fbq)f._fbq=n;
n.push=n;n.loaded=!0;n.version=’2.0′;n.queue=[];t=b.createElement(e);t.async=!0;
t.src=v;s=b.getElementsByTagName(e)[0];s.parentNode.insertBefore(t,s)}(window,
document,’script’,’//connect.facebook.net/en_US/fbevents.js’);

fbq(‘init’, ‘1047303935301449’);
fbq(‘track’, “PageView”);