Berita KTT Iklim COP30 Brasil Berujung Buntu Usai UE Tolak Draf Kesepakatan

by
Berita KTT Iklim COP30 Brasil Berujung Buntu Usai UE Tolak Draf Kesepakatan


Jakarta, Pahami.id

Hasil KTT Perubahan Iklim COP30 Brasil masih menemui jalan buntu setelah Uni Eropa menolak menerima rancangan perjanjian tersebut. Alasannya, perjanjian tersebut dinilai tidak memberikan tekanan Emisi Gas Rumah Kaca yang memicunya perubahan iklim.

Konferensi dua minggu yang digelar di Belem, Amazon itu sedianya akan berakhir pada Jumat (21/11) malam. Namun, jadwal tersebut meleset karena negosiasi berlanjut hingga larut malam.


Brasil telah menjadikan KTT ini sebagai momen penting bagi kerja sama iklim global. KTT tersebut mendesak negara-negara untuk menjembatani kesenjangan dalam berbagai isu, termasuk masa depan bahan bakar fosil.

“Ini bukanlah agenda yang memecah belah kita,” kata Presiden COP30 André Corrêa Do Lago kepada para delegasi dalam sesi pleno.

“Kita perlu mencapai kesepakatan di antara kita,” katanya.

Beberapa negara berkembang menanggapi posisi Uni Eropa dengan meminta mereka mendanai negara-negara miskin untuk menghadapi perubahan iklim.

“Kita tidak bisa bekerja hanya dengan satu jalur saja. Jika ada jalur untuk bahan bakar fosil, maka harus ada jalur untuk pendanaan iklim,” kata seorang konsultan dari negara berkembang yang tidak disebutkan namanya.

Perbedaan pendapat mengenai bahan bakar fosil, pengurangan emisi CO2 dan pendanaan menyoroti sulitnya mencapai konsensus pada konferensi tahunan tersebut.

Draf teks perjanjian tersebut, seperti dikutip Reuters Sabtu (22/11), yang dirilis Brazil pada Jumat pagi, tidak memuat referensi apapun terhadap bahan bakar fosil, sehingga menghilangkan berbagai opsi yang telah dimasukkan dalam versi sebelumnya.

Puluhan negara, termasuk produsen minyak dan gas utama, menentang opsi tersebut.

Pada pertemuan puncak sebelumnya, sekitar 80 negara menuntut agar COP30 menyampaikan rencana transisi dari bahan bakar fosil. Namun, hingga Jumat malam, banyak negara telah memberi isyarat bahwa mereka menerima perjanjian bebas bahan bakar fosil.

Pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan gas rumah kaca yang merupakan penyumbang terbesar pemanasan global.

Bersatu dengan bahan bakar fosil

Uni Eropa, yang memiliki 27 negara anggota, menganggap teks tersebut terlalu lemah.

“Bagaimanapun, kami akan menerimanya,” kata Komisaris Iklim Uni Eropa, Wopke Hoekstra, dalam sebuah pernyataan pada hari Jumat.

Uni Eropa telah menunjukkan bahwa mereka mampu melampaui zona nyamannya dalam membiayai negara-negara berkembang. Namun, hal ini hanya dapat dilakukan jika sebagian dari teks tersebut dapat mengurangi emisi pemanasan global.

Pada Jumat malam, beberapa negosiator Eropa mempertimbangkan opsi untuk meninggalkan perundingan, dan bukannya menerima kesepakatan tersebut.

Seorang negosiator asal Brazil mengatakan kepada Reuters bahwa istilah bahan bakar fosil tidak dapat diperkenalkan kembali, dan ketua KTT hanya meminta sedikit penyesuaian terhadap rancangan yang ada.

Tiga sumber mengatakan bahwa kelompok Arab yang melakukan negosiasi dengan blok tersebut, yang memiliki 22 anggota, termasuk Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, tidak menyertakan industri energi dalam pembicaraan tersebut.

Arab Saudi menyampaikan pernyataan kelompok Arab kepada para perunding, memperingatkan bahwa industrinya akan merusak perundingan. Arab Saudi tidak menanggapi permintaan komentar yang diajukan ke Kantor Komunikasi Pemerintah Saudi.

Multilateralisme di bawah tekanan

Rancangan perjanjian pada KTT Iklim COP30 dinilai tidak bisa mengurangi emisi gas rumah kaca pemicu perubahan iklim. (Pahami.id/Adhi Wicaksono)

Rancangan perjanjian tersebut juga menyerukan upaya global untuk melipatgandakan pendanaan guna membantu negara-negara beradaptasi terhadap perubahan iklim pada tahun 2030.

Namun rancangan tersebut tidak merinci apakah dana tersebut akan diberikan langsung oleh negara-negara kaya atau sumber lain, termasuk bank pembangunan atau sektor swasta.

Teks perjanjian tersebut memerlukan persetujuan konsensus di antara hampir 200 negara yang hadir untuk mengadopsinya.

Corrêa do Lago mengatakan bahwa unjuk rasa solidaritas multilateral merupakan sinyal penting yang harus disampaikan mengingat absennya AS pada tahun ini. Presiden Donald Trump menyebut pemanasan global adalah sebuah kebohongan.

“Dunia sedang menyaksikan,” katanya.

(thr/asr)