Jakarta, Pahami.id —
Korea Utara meledakkan jalan penghubung dengan Korea Selatan pada Selasa (15/10). Kepala staf gabungan Korea Selatan yang tidak disebutkan namanya juga membenarkan kejadian tersebut.
“Korea Utara telah meledakkan sebagian jalan Gyeongui dan Donghae di utara Garis Demarkasi Militer,” ujarnya. AFP.
Dalam video yang dirilis Kementerian Pertahanan Korea Selatan, ledakan bermula saat pasukan Korea Utara mendatangi jalan Gyeongui dan Donghae yang merupakan perbatasan Korea Selatan dan Utara.
Di sana, mereka terlihat memasang kamera pada tripod. Tak lama kemudian, ledakan besar terjadi di beberapa bagian jalan Gyeongui dan Donghae sekitar pukul 12 siang waktu setempat.
Pasca ledakan terjadi, beberapa ekskavator dan truk muncul di sekitar jalan. Pasukan militer Korea Utara juga terlihat bekerja di sekitar ekskavator dan truk.
Ekskavator terlihat menggali tanah di sekitar jalan Gyeongui dan Donghae. Sementara itu, truk yang datang terlihat digunakan untuk mengangkut potongan-potongan hasil ledakan.
Menanggapi ledakan tersebut, pasukan Korea Selatan melepaskan tembakan peringatan di selatan garis demarkasi militer. Namun penembakan tersebut tidak menimbulkan kerusakan berarti.
“Tidak ada kerusakan pada pasukan kami dan pasukan kami juga telah melakukan serangan balasan di wilayah selatan MDL,” tambah Kepala Staf Gabungan Korea Selatan.
Dilansir CNN, ledakan di jalan raya terjadi beberapa hari setelah Korea Utara menuduh Korea Selatan menerbangkan drone berisi propaganda ke ibu kota, Pyongyang.
Korea Utara menuduh Korea Selatan menyebarkan propaganda anti-Korea Utara melalui drone.
Pemerintah Korea Selatan sebelumnya juga memperingatkan pada Senin (14/10) bahwa Korea Utara bersiap meledakkan jalan Gyeongui dan Donghae di perbatasan kedua negara.
Tindakan ini memicu ketegangan antara Korea Selatan dan Korea Utara. Beberapa ahli melihat ledakan di jalan di Korea Utara sebagai tanda keengganan Kim untuk bernegosiasi dengan Korea Selatan.
“Ini adalah tindakan militer praktis terkait dengan sistem dua negara yang bermusuhan yang sering disebut oleh Korea Utara,” kata Yang Moo Jin, pakar di Universitas Studi Korea Utara di Seoul.
(gas/dna)