Jakarta, Pahami.id —
Juru Bicara Komite Pemberantasan Korupsi Tessa Mahardhika mengundang Pimpinan Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep dan Walikota Medan Bobby Nasution memberikan data terkait dugaan penerimaan suap.
“Jika saudara K atau saudara DN bersedia memberikan datanya secara sukarela melalui situs gol.kpk.go.id, dipersilakan,” kata Tessa dalam konferensi pers di Gedung Komite Pemberantasan Korupsi Indonesia, Jakarta, Selasa (10/1). 9). ) seperti dikutip dari di antara.
Pemberian data tersebut, lanjutnya, tidak menghalangi proses yang sedang berjalan di Direktorat Pelayanan Pengaduan (PLPM) Komisi Pemberantasan Korupsi.
Tessa menegaskan, saat ini penyidikan kepuasan Kaesang dan Bobby Nasution tidak lagi ditangani Direktorat Gratifikasi. Investigasi terhadap kedua laporan tersebut berlangsung di Direktorat PLPM.
“Direktorat Gratifikasi hanya mendukung materi yang telah dikumpulkan oleh Direktorat PLPM,” kata Tessa.
Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Pemberantasan Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman dan dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubaidilah Badrun pada Rabu (28/8) melaporkan Kaesang ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga melakukan tindak pidana korupsi. bentuk penerimaan gratifikasi berupa fasilitas jet pribadi.
Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan pihaknya berwenang mengusut Ketua PSI sekaligus putra bungsu Presiden RI Joko Widodo, Kaesang Pangarep terkait dugaan suap penggunaan fasilitas jet pribadi.
“Kaesang harus kita lihat kaitannya dengan penyelenggaraan negara, itu. Dia punya keluarganya,” kata Nawawi usai mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/9). ).
Nawawi menegaskan, sosok Kaesang tidak bisa dilihat secara individu saja.
“Semua tahu kalau Kaesang itu..apa? Bisa terus seperti itu kan? lho. Nah, itu kaitannya. KPK punya kewenangan untuk menangani hal-hal seperti itu,” ujarnya.
Ia menampik anggapan bahwa Kaesang bukan pejabat publik sehingga tidak pantas meminta penjelasan terkait dugaan suap tersebut karena bisa jadi ada pengaruh dagang yang termasuk dalam bentuk suap.
Bukan begitu, kita tahu ada instrumen hukum seperti pengaruh jual beli, apakah keuntungan yang diperoleh yang bersangkutan tidak ada kaitannya dengan jabatan yang boleh dijabat kerabatnya, kata Nawawi.
(antara/fra)