Berita KPK Luruskan Narasi Uang Rp100 M di Kasus Haji Bukan Kerugian Negara

by
Berita KPK Luruskan Narasi Uang Rp100 M di Kasus Haji Bukan Kerugian Negara


Jakarta, Pahami.id

Komisi Pemberantasan Korupsi (Komisi Pemberantasan Korupsi) mengungkap kasus-kasus yang disebut korup dalam pendistribusian Kuota haji Penambahan tersebut karena adanya dugaan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan pejabat negara yang bekerja sama dengan orang lain.

Penjelasan ini diberikan untuk meluruskan narasi dalam artikel yang dimuat di website Persatuan Umrah dan Penyelenggara Haji (Mustahil).

Pasal yang dimaksud pada pokoknya menulis bahwa uang hampir Rp 100 miliar yang dikembalikan pihak terkait dan kini disita KPK bukanlah kerugian keuangan negara, kecuali uang jemaah.


Dalam pasal tersebut disebutkan pengembalian uang kepada komisi pemberantasan korupsi semata-mata untuk menjaga situasi kondusif dan menunjukkan itikad baik.

Kasus tersebut disebabkan adanya dugaan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan pejabat negara secara gotong royong dalam pembagian tambahan kuota jemaah haji Indonesia tahun 2023-2024, kata Juru Bicara KPK, Budi Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (8/10).

Budi mengatakan, kuota haji yang diberikan pemerintah Saudi kepada pemerintah Indonesia sebenarnya bertujuan untuk mengurangi panjang antrian jemaah biasa.

Dengan adanya pembagian kuota tambahan menjadi kuota haji biasa dan kuota haji khusus yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, mengakibatkan jumlah kuota yang dikelola Kementerian Agama berupa kuota haji biasa berkurang dari yang seharusnya.

Di sisi lain, kuota haji khusus yang dikelola oleh Penyelenggara Haji Khusus (PIHK) atau biro perjalanan mengalami peningkatan signifikan dari yang seharusnya.

Artinya, kuota Haji Khusus yang diperdagangkan PIHK berasal dari anggaran penyediaan kuota tersebut, kata Budi.

Nanti dalam perkembangan penyidikan ditemukan fakta adanya aliran uang dari PIHK ke oknum di Kementerian Agama dengan berbagai cara seperti uang dipercepat dan lain-lain, seperti dengan kuota Haji Khusus ini kemudian berangkat pada tahun itu juga tanpa harus mengantri, katanya.

Berdasarkan undang-undang nomor 17 tahun 2003, keuangan negara adalah segala hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu yang berupa uang atau barang yang dapat dijadikan milik yang berkaitan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Keuangan suatu negara meliputi kekayaan pihak lain yang dikuasai Pemerintah dalam rangka penyelenggaraan kepentingan pemerintahan dan/atau masyarakat, serta kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah.

Sebelumnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan, jumlah uang yang disita dalam kasus korupsi tambahan haji yang diduga mencapai hampir Rp 100 miliar.

“Secara keseluruhan, kalau ratusan miliar-miliar, mungkin tidak, kalau puluhan miliar, mungkin hampir 100 miliar.” [miliar] Ada,” kata Setyo di Kementerian Hukum, Senin (6/10).

Komisi Pemberantasan Korupsi masih membutuhkan waktu untuk menyelesaikan kasus tersebut. Sebab, tambahan kuota haji sebanyak 400 perjalanan dan dana sudah mengalir ke banyak pihak.

KPK masih mengejar pihak-pihak yang berperan sebagai penyimpan uang yang diduga sebagai penerima suap tambahan kuota haji.

Komisi Pemberantasan Korupsi bekerja sama dengan Pusat Laporan Transaksi dan Analisis Keuangan (PPATK) dalam mendeteksi aliran uang dalam kasus ini.

Berdasarkan perhitungan sementara KPK, ditemukan kerugian negara dalam kasus korupsi yang disebutkan dalam penambahan kuota jemaah haji tahun 2023-2024 mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Temuan ini akan disesuaikan lebih lanjut dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

KPK telah melarang tiga orang bepergian ke luar negeri selama enam bulan. Mereka adalah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, jajarannya khususnya Ishfah Abidal Aziz, dan pemilik biro perjalanan Mentor Fuad Hasan Masyhur.

KPK juga sudah menggeledah beberapa tempat seperti Kediaman Yaqut di Condet, Jakarta Timur, Agen Travel Haji dan Umroh di Jakarta, Rumah ASN Kementerian Agama di Depok, serta Ruang Umum Haji dan Umrah.

Banyak barang bukti yang diduga terkait kasus tersebut telah disita. Diantaranya adalah dokumen, barang bukti elektronik (BBE), kendaraan roda empat, dan harta benda.

(RYN/ISN)