Jakarta, Pahami.id –
Pasukan Korea Utara mulai membongkar pembicara (speaker yang keras) Propaganda digunakan untuk menyiarkan suara -suara yang mengganggu di sepanjang perbatasan, pernyataan militer Korea Selatan pada hari Sabtu (9/8).
Ini terjadi beberapa hari setelah pemerintah baru Seoul juga meluncurkan pembicara di perbatasan.
Pada bulan Juni, kedua negara juga menghentikan penyiaran propaganda di seluruh zona demilarisasi, terutama setelah pemilihan Presiden Lee Jae Myung. Menurut pasukan Korea Selatan, kedua negara berusaha meredakan ketegangan.
Pada hari Senin, kementerian pertahanan Korea Selatan mengatakan telah mulai membongkar pembicara dari perbatasan.
Latar belakang penyiaran propaganda
Korea Selatan menyiarkan lagu-lagu K-pop dan laporan berita ke Korea Utara dengan imbalan Pyongyang yang menggemakan suara aneh dan mengganggu di sepanjang perbatasan.
Namun, di bawah pemerintahan Lee pada bulan Juni, Seoul menghentikan siaran ini dan sebagai imbalannya, sehari kemudian, Korea Utara juga menghentikan siaran mereka.
“Sejak pagi ini, pasukan Korea Selatan telah mendeteksi pasukan Korea Utara untuk membongkar pembicara propaganda di beberapa bagian,” kata kepala staf Seoul, seperti dikutip oleh AFP.
“Masih perlu dikonfirmasi apakah perangkat ini telah dibongkar di semua wilayah,” tambahnya.
Seoul memulai pembicara tahun lalu sebagai tanggapan terhadap serangkaian balon yang berisi sampah yang diterbangkan ke selatan oleh Pyongyang.
Korea Utara mengirim ribuan balon ke selatan pada saat itu, dengan mengatakan itu adalah pembalasan balon propaganda yang diluncurkan oleh aktivis Korea Selatan.
Hubungan antara kedua Korea berada di salah satu poin terendah dalam beberapa tahun, di bawah Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol, dengan Seoul mengambil pendekatan yang sulit ke Pyongyang,
Meskipun Lee telah mengambil pendekatan yang berbeda untuk berurusan dengan Korea Utara.
Dia juga meminta kelompok publik untuk berhenti mengirim selebaran propaganda anti-Korea Utara. Lee juga mengatakan dia akan mencoba berbicara dengan Korea Utara tanpa prasyarat, setelah hubungan pembekuan pendahulunya antara kedua negara.
Secara teknis keduanya masih berperang karena Perang Korea 1950-53 berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.
(AFP/VWS)