Jakarta, Pahami.id —
Pemerintah Korea Selatan Dan Amerika Serikat mengkritik keras kerja sama pertahanan baru antara Korea Utara dan Rusia.
Menteri Luar Negeri Korea Selatan Cho Tae Yul dan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dalam keterangannya pada Jumat (21/6) menyebut kerja sama tersebut merupakan pelanggaran terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB (DK PBB).
Kedua Menlu melakukan panggilan telepon pada Kamis (20/6), sehari setelah pertemuan antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin tertinggi Korea Utara Kim Jong Un pada Rabu (19/6).
Cho dan Blinken mendiskusikan bagaimana menanggapi aliansi pertahanan baru Korea Utara-Rusia. Mereka juga sepakat untuk memantau secara dekat situasi saat ini.
Berdasarkan pernyataan tersebut, Blinken berjanji bahwa Washington akan mempertimbangkan berbagai cara untuk menanggapi ancaman terhadap perdamaian dan stabilitas internasional yang ditimbulkan oleh Rusia-Korea Utara.
Pada hari Kamis, Penasihat Keamanan Nasional Korea Selatan Chang Ho Jin juga mengatakan dia akan meninjau rencana untuk memasok senjata ke Ukraina sebagai tanggapan terhadap pakta pertahanan kedua negara.
Putin dan Korea Utara menandatangani beberapa perjanjian, termasuk pakta pertahanan bersama, ketika mereka bertemu di Pyongyang Rabu lalu.
Pakta yang bertajuk “kemitraan strategis komprehensif” itu memuat klausul pertahanan bersama jika terjadi agresi terhadap salah satu negara.
“Perjanjian kemitraan komprehensif yang ditandatangani hari ini antara lain memberikan bantuan timbal balik jika terjadi agresi terhadap salah satu pihak dalam perjanjian ini,” kata Putin seperti dikutip Reuters.
Kerja sama ini terjadi saat Putin berkunjung ke Korea Utara. Dalam kesempatan itu, Putin juga menyampaikan bahwa Rusia terbuka terhadap kerja sama militer dengan Pyongyang.
Ia juga menyinggung tindakan negara-negara Barat yang mengirimkan senjata jarak jauh ke Ukraina yang digunakan untuk perang. Menurutnya, penyerahan senjata tersebut melanggar kesepakatan besar.
“Dalam hal ini, Rusia tidak mengecualikan pengembangan kerja sama teknis militer dengan Republik Demokratik Rakyat Korea (nama resmi Korea Utara),” ujarnya.
(blq/dna)