Berita Komisi X Khawatir Kampus Tak Lagi Independen Jika Terima Izin Tambang

by


Jakarta, Pahami.id

Wakil Ketua Komisi X DPR Kemudian Hadrian khawatir perguruan tinggi tidak lagi bebas jika diberi hak mengelola pertambangan mineral logam melalui revisi undang-undang mineral dan batubara (Mineral).

Lalu ingatkah tujuan lembaga pendidikan tinggi untuk mencetak sarjana. Oleh karena itu, menurutnya usulan tersebut perlu dikaji.

“Wacana ini harus dipikirkan dan dikaji dengan baik. Kampus sebagai lembaga independen untuk melahirkan sarjana nasional dan generasi unggul tidak bisa dipilih-pilih,” kata saat dihubungi, Minggu (26/1).


Maksud saya, tidak matang untuk kepentingan segelintir orang, ujarnya.

Namun, dia tidak menolak gagasan tersebut. Kemudian menilai hak pengelolaan pertambangan harus mempunyai tujuan yang jelas dan menyediakan sumber daya manusia (SDM) yang sesuai.

Kemudian kata Komisi X sempat menanyakan wacana tersebut dalam rapat kerja dengan Menteri Pendidikan Tinggi, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi. Namun pemerintah tidak memberikan tanggapan.

“Kalaupun selesai tentu pengawasan kami akan ditingkatkan, namun hingga saat ini kami di komisi X belum mendapat konsep yang jelas mengenai wacana tersebut,” ujarnya.

Politisi PKB itu mengaku tak keberatan jika hak pengelolaan pertambangan ditujukan untuk mendapatkan dana pengelolaan kampus. Apalagi jika biaya pendidikan nantinya bisa digratiskan.

“Jika pihak kampus mengelola tambang tersebut untuk keperluan operasional kampus, maka konsekuensi biaya kuliahnya bebas,” ujarnya.

Saat ini DPR tengah menyusun aturan baru pemberian izin usaha pertambangan atau Wiup kepada perguruan tinggi dan UMKM. Usulan tersebut tertuang dalam Pasal 51A RUU Mineral yang merupakan usulan inisiatif DPR.

Melalui pasal tersebut, Wiup dapat diberikan kepada perguruan tinggi prioritas. Ada beberapa syarat dan pertimbangan kampus bisa mendapatkan wiup.

Salah satunya untuk kawasan Wiup mineral logam, kampusnya harus terakreditasi minimal B. Hal ini dilakukan agar kampus dapat meningkatkan akses dan mutu pendidikan bagi masyarakat.

Namun usulan tersebut menuai pro dan kontra serta sejumlah penolakan. Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Fathul Wahid menolak keras usulan Wiup ke perguruan tinggi.

Fathul mengklik fungsi utama kampus yang sejatinya merupakan pintu keilmuan yang harus netral. Ada beberapa alasan penolakan ini.

Pertama, menurut Fathul, industri ekstraktif terbukti menimbulkan kerusakan lingkungan, karena aktivitas pertambangan juga kerap menimbulkan konflik, penggusuran, dan dampak negatif terhadap masyarakat lokal. Jika perguruan tinggi terus terlibat dalam sektor ini, maka jelas integritas akademik akan dipertaruhkan.

“UII tidak setuju dengan gagasan pemberian izin pertambangan kepada kampus tersebut,” kata Fathul saat dihubungi, Sabtu (25/1).

(Thr/tsa)