Berita Kasus e-KTP Kode ‘Uang Jajan’, Miryam S Haryani Penuhi Panggilan KPK

by


Jakarta, Pahami.id

Anggota DPR RI 2009-2014 Miryam S. Haryani menyetujui panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi perolehan paket KTP elektronik (e-KTP) hari ini, Selasa (13/8).

Miryam menjalani proses pemeriksaan di lantai dua Gedung Merah Putih KPK.

Benar adik MSH hari ini hadir di Gedung Putih KPK untuk memberikan keterangan terkait kasus dugaan Korupsi perolehan Paket Aplikasi KTP Elektronik Tahun 2011-2013, kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangan tertulisnya. , Selasa (13/8).


Penjadwalan ulang ini dilakukan setelah sebelumnya pada Jumat (9/8) Miryam tidak mengikuti ujian.

Tessa belum bisa menyampaikan materi yang ingin dipelajari tim investigasi kepada Miryam. Hal ini biasanya akan diberitahukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah penyidikan selesai.

Miryam sebelumnya divonis lima tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan pada 2017 karena terbukti memberikan keterangan palsu di pengadilan terkait kasus proyek e-KTP. Dia telah menjalani hukumannya.

Kemudian Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan Miryam sebagai tersangka kasus dugaan korupsi perolehan paket e-KTP tahun 2011-2013 yang dikenal dengan nama ‘uang jajan’.

Miryam diduga meminta uang sebesar US$100.000 kepada pejabat Kementerian Dalam Negeri saat itu, Irman, untuk membiayai kunjungan kerja Komisi II ke beberapa daerah. Uang tersebut kemudian diserahkan kepada perwakilan Miryam.

Miryam diduga beberapa kali menerima uang dari Irman dan Sugiharto (pejabat di KDN) sepanjang 2011-2012 sebesar sekitar US$1,2 juta.

Selain Miryam, Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) juga sedang memproses proses hukum terhadap Isnu Edhi Wijaya (Direktur Utama Percetakan Negara/Ketua Konsorsium PNRI), Husni Fahmi (Ketua Tim Teknis Pelaksana Teknologi Informasi dan -KTP, PNS BPPT), dan Direktur Utama PT Sandipala Arthapura Paulus Tannos.

Paulus Tannos saat ini masih buron dengan status pengungsi.

Mereka disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Tipikor (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut negara menderita kerugian hingga Rp2,3 triliun dari proyek tersebut.

(ryn/wis)