Jakarta, Pahami.id —
Iran mengaku tidak akan terpengaruh sedikit pun dengan hasil pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat.
Juru bicara pemerintah Iran Fatemeh Mohajeran mengatakan pemilu AS bukanlah urusan Iran dan tidak akan mempengaruhi Teheran, karena kebijakan negara tersebut sudah sangat kuat.
“Pemilu AS bukan urusan kami. Kebijakan kami stabil dan tidak akan berubah hanya karena faktor individu,” kata Mohajerani pada Rabu (6/11) seperti dilansir kantor berita Tasnim.
Pejabat Arab dan Barat sebelumnya mengatakan Reuters bahwa Trump kemungkinan akan meningkatkan sanksi terhadap Iran, dan sebaliknya memperkuat dukungan kepada Israel untuk mendorong Negara Zionis menyerang situs nuklir Iran dan melakukan pembunuhan.
Mohajerani mengatakan kehidupan rakyat Iran tidak akan terpengaruh sedikit pun oleh pemilu AS karena Teheran sudah memiliki kebijakan yang matang terhadap rakyatnya terlepas dari sanksi AS.
“Kami telah membuat prediksi yang diperlukan sebelumnya dan tidak akan ada perubahan apa pun dalam kehidupan masyarakat,” kata Mohajerani.
Senada dengan pemerintah, Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) juga mengatakan Teheran siap berkonfrontasi dengan Israel, meski ada klaim bahwa Trump akan menghujani negara Zionis tersebut dengan bantuan.
IRGC sendiri tidak menanggapi secara langsung kemenangan Trump dalam pemilu presiden Amerika Serikat.
“Zionis tidak memiliki kekuatan untuk menghadapi kami dan mereka harus menunggu jawaban kami. Kami memiliki banyak senjata untuk menghadapinya,” kata Wakil Kepala IRGC Ali Fadavi.
Pernyataan Fadavi mengacu pada serangan balik Iran terhadap invasi Israel pada 25 Oktober, yang menewaskan empat tentara dan merusak beberapa fasilitas militer.
Pada awal pemerintahannya, Trump menjatuhkan sanksi terhadap Iran setelah menarik diri dari perjanjian nuklir tahun 2015 antara Iran dan negara-negara kekuatan nuklir.
Kesepakatan itu membatasi program nuklir Iran, yang mengkhawatirkan dunia, dan sebagai imbalannya memberikan manfaat ekonomi bagi Iran jika negara itu bersedia menerapkan pembatasan tersebut.
Penerapan kembali sanksi AS pada tahun 2018 merugikan ekspor minyak Iran, memangkas pendapatan pemerintah, dan memaksa negara tersebut mengambil tindakan luar biasa seperti menaikkan pajak dan menjalankan defisit anggaran yang besar.
Kebijakan ini menjaga inflasi tahunan Iran mendekati 40 persen.
Selama pemerintahan Trump di AS, mata uang Iran melemah dan bahkan mencapai titik terendah sepanjang masa yaitu 700.000 riyal terhadap dolar AS di pasar bebas, menurut situs pelacakan mata uang Iran Bonbast.com.
(blq/dna)