Jakarta, Pahami.id —
Subdirektorat Perdagangan dan Reserse Kriminal Polres Metro Jaya mengungkap kasus impor, pangan, dan kosmetik ilegal. Dalam kasus ini, delapan orang telah ditetapkan sebagai tersangka termasuk warga negara asing (WNA).
Keenam tersangka tersebut merupakan WNI berinisial MT (43), DE (42), RE (37), FF (45), M (40) dan MF (23). Kemudian, satu WNA asal China berinisial LX (43) dan eks warga Nigeria berinisial A (51).
“(Secara keseluruhan) ada delapan kasus yang terbagi dalam tiga klaster. Pertama, impor bidang pangan, bidang perlindungan konsumen, dan kejahatan kesehatan,” kata Wakil Direktur Reserse Kriminal Polda Metro Jaya AKBP Hendri Umar dalam konferensi pers. di Polda Metro Jaya, Selasa (6/8).
Hendri menjelaskan, klaster impor terdiri dari empat kasus. Pertama, impor barang elektronik berupa drone dan jam tangan digital yang tidak bersertifikat Departemen Pos dan Informatika (SDPPI) serta tanpa petunjuk label dalam bahasa Indonesia.
Kedua, terkait dugaan tindak pidana sediaan farmasi berupa salep yang diduga berasal dari Tiongkok yang diperdagangkan tanpa izin edar. Ketiga, impor dan perdagangan barang berupa kosmetik dari Nigeria dengan berbagai merek tidak memiliki izin edar.
Poin terakhir yang dapat kami sampaikan terkait dengan tindak pidana impor ini yaitu memperdagangkan dan menyimpan pakaian impor, yaitu pakaian bekas impor yang tidak memenuhi standar atau mutu yang ditetapkan, kata Hendri.
Jadi ini merupakan tindak pidana menekan bola dan pelakunya diduga WNA Tiongkok, imbuhnya.
Lalu, klaster kedua adalah kejahatan di bidang pangan. Hendri mengatakan, kasus ini terkait peredaran bakso dan minyak goreng tanpa izin edar.
“Bahan utama yang dipakai pelaku katanya daging sapi, tapi di laboratorium hanya tepung dan ditambah isi leher sapi. Digiling dan dijadikan bahan dasar bakso,” ujarnya.
Sedangkan untuk minyak goreng, kata Hendri, produsen mengklaim produknya memiliki kualitas premium. Namun setelah dilakukan pengecekan di laboratorium, ternyata minyak goreng tersebut memiliki kualitas yang baik.
Pelaku memberi label agar harganya lebih tinggi. Dia tidak memiliki izin edar dan tidak memiliki sertifikat standar SNI, kata Hendri.
Selanjutnya klaster ketiga terkait bidang kesehatan dan perlindungan konsumen khususnya produk kosmetik. Produk yang didistribusikan antara lain sabun cair, sampo, dan body lotion.
“Dengan menggunakan berbagai brand internasional seperti Lux, Lifebuoy, lalu Head & Bahu, Sunsilk, Pantene dan hampir seluruh produk yang tersebar luas di masyarakat,” kata Hendri.
Lalu kami tambahkan (merek) Citra, Scarlet, yang semuanya diduga dilakukan secara melawan hukum dan tanpa izin edar resmi, sesuai dengan ketentuan undang-undang yang harus dilaksanakan oleh pelaku usaha tersebut, lanjutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kasubdit Indag Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Victor Inkiriwang juga mengungkapkan, ada produk yang beredar bahkan ada yang terbuat dari bahan limbah yang berbahaya bagi kesehatan.
“Kami periksa ke laboratorium untuk mengetahui apakah produk tersebut memiliki kadar yang sesuai, apakah mengandung bahan kimia organik atau bahan kimia di bawah standar,” ujarnya.
Dalam kasus ini, polisi menyita sejumlah barang bukti berupa 931 buah alat elektronik (drone dan jam tangan), 930 buah kosmetik impor dari Nigeria dan China.
Kemudian 1.997,5 liter aneka kosmetika berupa sabun; sampo; lulur; sabun bayi; losion; 540 Botol Minyak Goreng Merk Jenius 800 ml; dan 2.275 bungkus bakso.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 110, Pasal 111 jo Pasal 47, Pasal 112 jo Pasal 51 ayat 2, Pasal 113, dan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Tersangka juga dijerat Pasal 64 ayat 21 UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pangan, Pasal 142 UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Pasal 435 dan Pasal 138 ayat 2 dan 3 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Kesehatan. , dan Pasal 62, Pasal 8 ayat 1, Pasal 9 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
(des/tsa)