Semarang, Pahami.id —
Ibu mendiang dr Aulia Risma Lestari, Nuzmatun Halimah buka-bukaan soal tudingan bullying atau menggertak diterima oleh putrinya di lingkungan akademik Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.
Didampingi kuasa hukum keluarga korban, setelah sekian lama bungkam, Nuzmatun meminta keadilan atas dugaan perundungan yang dialami putranya yang diduga menjadi salah satu faktor pemicu kematiannya.
“Tolong bantu saya…tolong bantu saya…tolong bantu saya mencari keadilan,” ucapnya lirih sambil tersedak sambil menangis saat berbicara kepada wartawan di Semarang, Rabu (18/9) sore.
Dalam kesempatan itu, Nuzmatun menjelaskan, penyakit yang diderita putranya juga diduga diperparah dengan adanya dugaan perundungan di lingkungan akademik PPDS Undip di RS Dr Kariadi Semarang.
“Jadi tanggal 25 Agustus 2022 setelah terjatuh, mulai bulan Oktober, punggungnya terasa sakit, kakinya sakit, padahal sama-sama masih teriak-teriak. [diduga senior]karena pekerjaan terlambat. [Di]- disuruh bawa makanan, minuman, naik dari lantai 1 ke lantai 2, tidak bisa pakai troli, harus bawa sendiri. Ya Tuhan kejam sekali, kakinya yang lemas terseret-seret karena kesakitan, kata Nuzmatun.
Nuzmatun juga mengatakan, setelah putrinya meninggal, dia diduga bunuh diri karena tidak tahan dengan perundungan. Ayah Dr Aulia yang sakit diperkirakan berada dalam kondisi miskin setelah kehilangan putrinya.
“Berilah keadilan… Bukan hanya satu nyawa, tapi suamiku yang seharusnya bersamaku, karena anaknya telah tiada… tapi sekarang…,” sambungnya lirih sambil menangis menahan emosi pahitnya.
Di tempat yang sama, kuasa hukum keluarga korban, Misyal Ahmad mengungkapkan adanya dugaan aliran uang ratusan juta rupiah yang diduga terkait dengan perundungan di lingkungan akademik PPDS Undip. Dugaan aliran uang tersebut, kata dia, kini tengah didalami kepolisian Polda Jateng.
Jadi nilai uang yang saya tahu Rp 225 juta, tapi belum tahu digunakan di mana, polisi masih memeriksa melalui rekening koran, kata Misyal.
Sebelumnya, Polda Jateng menyebut penyidik telah meminta keterangan 34 orang saksi dalam penyidikan terkait dugaan kasus perundungan di PPDS Undip.
Kabid Humas Polda Jateng, Kompol Artanto mengatakan, saksi yang diperiksa antara lain teman sekelas korban, ketua tim, dan bendahara.
“Saksi ada 34 orang diantaranya teman sekelas, ketua kelas, dan bendahara,” ujarnya, Selasa (17/9) seperti dikutip dari di antara.
Menurut Artanto, hasil pemeriksaan saksi akan dianalisis dan disinkronkan satu sama lain.
Dia memastikan polisi akan fokus dan transparan dalam dinamika penyidikan yang berjalan. Pemeriksaan tersebut juga akan disinkronkan dengan data yang diberikan pelapor.
“Semuanya sedang berproses dan akan dikaji secara mendalam,” ujarnya.
Ia juga memastikan polisi berpegang pada asas praduga tak bersalah dan asas kehati-hatian dalam mengusut kasus dugaan perundungan di PPDS Undip.
Pengakuan Undip Semarang dan manajemen RS Kariadi Semarang terkait peristiwa perundungan di PPDS, imbuh Artanto, diharapkan dapat mempermudah dan membuka jalan yang jelas dalam pengusutan kasus ini.
Sebelumnya, seorang mahasiswa PPDS Fakultas Kedokteran Undip Semarang berinisial AR meninggal dunia diduga bunuh diri di sebuah kos di Jalan Lempongsari, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Kematian korban AR yang ditemukan jenazah pada 12 Agustus 2024 diduga terkait dugaan perundungan di tempat pendidikannya.
Keluarga AR melaporkan dugaan perundungan tersebut ke Polda Jateng pada 4 September 2024.
Tim kuasa hukum Undip
Sebelumnya, Undip menugaskan tim pengacara untuk memberikan pendampingan kepada sejumlah mahasiswa PPDS yang diperiksa polisi dalam penyidikan terkait dugaan perundungan yang dialami salah satu mahasiswa lembaga pendidikan tersebut.
“Polisi mengirimkan surat pemanggilan dokter peserta PPDS tersebut melalui Rektor Undip. Perintahkan Rektor untuk segera hadir,” kata Ketua Tim Hukum Undip Semarang Kairul Anwar di Semarang, Minggu (15/9).
Menurut dia, tim kuasa hukum memberikan pendampingan kepada dokter yang diperiksa di Polda Jateng.
Kairul menegaskan Undip tidak akan melakukan intervensi dan terbuka untuk mengusut dugaan perundungan di PPDS Fakultas Kesehatan.
Menurutnya, Undip tidak mengabaikan kejadian perundungan di PPDS. Diakuinya, perundungan terjadi di PPDS Undip pada periode 2021 hingga 2022 dan sudah dikenakan sanksi kepada pelakunya.
“Bullying itu ada. Sanksi sudah dijatuhkan, bahkan sampai pemecatan,” kata Kairul.
(dmr/anak)