Berita Ibu Prada Lucky Nangis Berlutut Memohon Keadilan ke Pangdam Udayana

by
Berita Ibu Prada Lucky Nangis Berlutut Memohon Keadilan ke Pangdam Udayana


Kupang, Pahami.id

Sepiana Paulina Mirpey sebagai ibu kandung Prada Lucky Chepril Saputra Namo Meminta keadilan untuk kematian putranya berlutut selama komandan IX/Udayana Kodam, Mayor Jenderal Piek Budyakto mengunjungi rumah terakhir Senin (10/8).

Berdasarkan pemantauan Pahami.id, Pangdam IX/Udayana tiba di rumah Prada Lucky di Kompleks Asrama Militer Kuanino, Kupang, NTT pada 14,20 Wita.


Kedatangan jenderal dua bintang itu adalah untuk bertemu dengan Namo Kristen dan Sepiana Paulina Mirpey, keduanya orang tua dari militer yang meninggal karena kekerasan dari orang tua anggota TNI.

“Pak, tolong berjuang untuk putra saya (untuk mendapatkan keadilan), saya hanya bertanya,” Sepriana meminta komandan militer Udayana, Jenderal Piek Budyakto

“Tolong saya butuh keadilan, ayah saya, saya tidak menerima putra saya untuk mati, saya meninggalkan putra saya ke Republik Indonesia sebagai seorang prajurit, tolong bantu,” dia dengan lembut isak tangis.

Setelah meminta keadilan, Sepiana berlutut di hadapan komandan militer dan terus meminta keadilan untuk putra keduanya yang meninggal karena kekejaman seniornya di 834 Waka Nga Mere (Yon TP 834/Wm) Nagekeo.

Komandan Tentara Mayor. Jenderal Piek Budyakto juga berlutut saat merangkul sepiana yang berlutut di depannya sambil menangis.

Pada waktu itu, Sepiana sekali lagi mengatakan bahwa Prada Lucky adalah kebanggaannya dan merupakan dukungan untuk hidupnya dan kedua saudara kandungnya berusia 5 dan 11.

“Saya seorang ibu, bantu saya ayah saya, putra saya mendukung hidup saya, dia adalah tulang punggung saya, harga diri saya, saya menjadikannya seorang ayah,” kata Sepiana ketika dianut oleh seorang komandan militer.

Sepiana sekali lagi menuntut agar kematian putranya menjadi keadilan. Karena dia menyerahkan putra keduanya untuk menjadi TNI tetapi harus mati karena kekejaman seniornya sendiri.

Selanjutnya dikirim, putranya meninggal di tangan unsur -unsur yang tidak bertanggung jawab. Dia kemudian meminta para pelaku dijatuhi hukuman mati dan dipecat dari dinas militer karena berada di luar batas kemanusiaan.

Menanggapi permintaan tersebut, komandan militer IX/Udayana May. Jenderal Piek Budyto mengatakan stafnya telah mengambil tindakan tegas terhadap dugaan pelaku dengan melakukan proses hukum bagi keluarga untuk menerima keadilan.

Dia mengungkapkan bahwa 20 orang telah disebut sebagai tersangka dan ditangkap oleh polisi militer IX Udayana. Dari 20 tentara TNI yang dicurigai, salah satunya adalah seorang perwira.

“Ada seorang perwira (tersangka),” katanya tanpa menjelaskan pangkat dan posisi petugas yang bersangkutan.

Namun, ia tidak dapat mengungkapkan motif kasus -kasus kekerasan yang membunuh Prada Lucky karena ia masih dalam proses memeriksa para penyelidik dari polisi militer IX Udayana.

Dia berjanji untuk menyelidiki kasus penganiayaan yang komprehensif. Sebagai bos langsung dari korban, ia juga menyatakan bahwa ia akan memantau dan mengawasi proses hukum yang sedang berlangsung.

“Siapa pun yang melakukan tindakan (kekerasan) harus diselidiki dan tidak ada atau tanpa wol,” katanya.

Prada Lucky Chepril Saputra Namo (23) Militer TNI yang bertugas di Batalion Development Region 834 Waka Nga Mere (Yon TP 834/Wm) Nagekeo meninggal karena penyiksaan alami yang dibuat oleh kacang seniornya di asrama batalion.

Prada Lucky adalah yang kedua dari empat saudara Kristen Namo dan Sepiana Paulina Mirmey. Prada Lucky hanya dua bulan melayani di Angkatan Darat.

Prada Lucky meninggal pada hari Rabu (6/8). Dia telah menjalani empat hari di Aeramo Regional Hospital Intelive Care Unit, Nagekeo.

Tubuhnya kemudian dibawa kembali ke Kupang setelah diundang oleh orang tuanya, Serma Christian Namo dan Sepiana Paulina Mirpey pada hari Kamis (7/8).

Setelah dua hari penguburan di rumah duka, mayat Prada Lucky dimakamkan pada hari Sabtu (9/8) dengan upacara militer.

Sebelum acara dengan dinas militer, didahului oleh pemakaman yang dipimpin oleh Pendeta Lenny Walunguru dari GMIT Kuanino Coral.

(Eli/Chri)