Berita Diperiksa 10 Jam, Dirut Sritex Dicecar Penyidik Kejagung 20 Pertanyaan

by
Berita Diperiksa 10 Jam, Dirut Sritex Dicecar Penyidik Kejagung 20 Pertanyaan


Jakarta, Pahami.id

Presiden PT Sritex Iwan Kurniawan Lukminto diperiksa oleh para penyelidik dalam kasus itu menyuap Penyediaan fasilitas kredit dari perbankan ke PT Sritex.

Kurniawan mengatakan dalam pemeriksaan selama sekitar 10 jam, ia mempertanyakan total 22 pertanyaan oleh penyelidik dari Wakil Jaksa Agung untuk Kejahatan Khusus.

“Ada sekitar 20 pertanyaan, mungkin rincian penyelidik,” katanya kepada wartawan di gedung Kejaksaan Agung (AGO) pada hari Selasa (10/6).


Selama pemeriksaan, Kurniawan mengklaim bahwa ia juga telah menyerahkan semua dokumen yang diminta oleh penyelidik kasus ini.

Dia mengklaim bahwa tidak ada lagi dokumen yang diminta untuk menyerahkan dari penyelidik. Hanya dia yang masih akan dipanggil kembali dan diperiksa oleh penyelidik.

“Penyelidik belum dijadwalkan,” katanya.

Iwan Kurniawan Lukminto awalnya diperiksa oleh penyelidik pada hari Senin (2/6) kemarin. Kepala Pusat Informasi untuk Kantor Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan bahwa dalam pemeriksaan penyelidik yang mengeksplorasi mekanisme atau proses mengajukan kredit oleh PT Sritex ke bank.

Selain itu, Kantor Kejaksaan Agung juga telah meminta Direktorat Kepala Imigrasi untuk mengeluarkan Surat Pencegahan dan Pohon (Cladd) kepada Kurniawan untuk tidak melarikan diri di luar negeri. Pencegahan ini berlaku selama 6 bulan dari 19 Mei 2025.

Sebelumnya, ia menyebutkan tiga orang sebagai tersangka terkait dengan tuduhan korupsi dalam memberikan kredit dari bank ke Pt Sritex.

Tiga tersangka adalah mantan direktur pelaksana Pt Sritex Iwan Setiawan Lukminto; Direktur DKI Bank 2020, Zainuddin Mappa; dan Divisi Komersial BJB Bank dan Bank Corporation untuk tahun 2020, Dicky Syahbandinata.

Direktur Investigasi Jaksa Agung dari Undang -Undang Kejahatan Khusus Abdul Qohar mengatakan kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp692 miliar.

Qohar mengatakan nilai kerugian sesuai dengan jumlah kredit dari bank DKI dan bank BJB yang harus digunakan sebagai modal kerja. Dia menjelaskan bahwa uang kredit yang akan digunakan untuk modal kerja sebenarnya digunakan untuk melunasi hutang dan membeli aset yang tidak produktif.

“Itu tidak sesuai dengan nominasi yang tepat, yang merupakan modal modal tetapi disalahgunakan untuk melunasi hutang dan membeli aset yang tidak produktif,” katanya.

(TFQ/PT)