Jakarta, Pahami.id –
Direktur Pelaksana PT Sritex Iwan Kurniawan Lukminto hadir untuk memenuhi panggilan inspeksi terkait dengan kasus korupsi yang menyediakan fasilitas kredit bank ke Pt Sritex.
Pemantauan Cnnindonesia.com Di tempat kejadian, Iwan tiba di gedung kantor jaksa agung sekitar pukul 09.30 WIB. Iwan mengenakan batik cokelat terlihat membawa koper.
Dalam pemeriksaan kedua ini, ia mengaku membawa beberapa dokumen yang diminta oleh penyelidik jaksa agung untuk kejahatan khusus.
“Saya baru saja memenuhi panggilan.
Sebaliknya, dia juga mengklaim bahwa dia tidak mempertanyakan langkah -langkah yang dilarang yang diajukan oleh lalu kepada Direktorat Kepala Imigrasi kepadanya.
“Tidak apa -apa, ini untuk mempercepat, saya hanya hidup, saya tidak punya masalah,” katanya.
Iwan sendiri awalnya diperiksa oleh seorang penyelidik pada hari Senin (2/6) kemarin. Kepala Pusat Informasi untuk Kantor Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan bahwa dalam pemeriksaan penyelidik yang mengeksplorasi mekanisme atau proses mengajukan kredit oleh PT Sritex ke bank.
Selain itu, Kantor Kejaksaan Agung juga telah meminta Direktorat Kepala Imigrasi untuk mengeluarkan surat preventif dan bengkok (Cladd) kepada Iwan untuk tidak melarikan diri ke luar negeri. Pencegahan ini berlaku selama 6 bulan dari 19 Mei 2025.
Sebelumnya, ia menyebutkan tiga orang sebagai tersangka terkait dengan tuduhan korupsi dalam memberikan kredit dari bank ke Pt Sritex.
Tiga tersangka adalah mantan direktur pelaksana Pt Sritex Iwan Setiawan Lukminto; Direktur DKI Bank 2020, Zainuddin Mappa; dan Divisi Komersial BJB Bank dan Bank Corporation untuk tahun 2020, Dicky Syahbandinata.
Direktur Investigasi Jaksa Agung dari Undang -Undang Kejahatan Khusus Abdul Qohar mengatakan kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp692 miliar.
Qohar mengatakan nilai kerugian sesuai dengan jumlah kredit dari bank DKI dan bank BJB yang harus digunakan sebagai modal kerja. Dia menjelaskan bahwa uang kredit yang akan digunakan untuk modal kerja sebenarnya digunakan untuk melunasi hutang dan membeli aset yang tidak produktif.
“Itu tidak sesuai dengan nominasi yang tepat, yang merupakan modal modal tetapi disalahgunakan untuk melunasi hutang dan membeli aset yang tidak produktif,” katanya.
(TFQ/GIL)