Jakarta, Pahami.id —
Amerika Serikat sekali lagi memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB (PBB) yang menyerukan gencatan senjata segera Semenanjung Gaza, Palestina pada Rabu (20/11) waktu New York.
Rancangan resolusi tersebut menuntut adanya “gencatan senjata segera, tanpa syarat dan permanen” antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza. Dokumen tersebut juga meminta Hamas untuk segera “dan tanpa syarat membebaskan semua sandera” sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata.
Seluruh negara anggota Dewan Keamanan PBB, baik anggota tetap maupun tidak tetap, mendukung resolusi tersebut yang diharapkan dapat segera menghentikan agresi brutal Israel terhadap Jalur Gaza dan kini meluas hingga ke Lebanon.
Amerika menjadi satu-satunya negara yang menolak dan memveto rancangan resolusi DK PBB tersebut.
Wakil Duta Besar AS untuk PBB, Robert Wood mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap DK PBB yang dinilai tidak mampu menampung suara seluruh anggota dalam penyusunan resolusi.
Ia mengatakan, ada beberapa pasal dan pernyataan yang tidak disetujui AS karena Dewan Keamanan PBB tidak mau berkompromi dengan merevisi pernyataan tersebut.
“Kami menyesal Dewan tidak menerima bahasa kompromi yang diusulkan Inggris untuk menjembatani perbedaan yang ada… Dengan bahasa itu, resolusi ini seharusnya diadopsi,” kata Wood usai pemungutan suara DK PBB berakhir seperti dikutip AFP.
Sejak dimulainya invasi brutal Israel ke Jalur Gaza, Dewan Keamanan PBB mengalami kesulitan mencapai kesepakatan bersama mengenai seruan gencatan senjata di Jalur Gaza. Pasalnya Amerika Serikat sudah beberapa kali menggunakan hak vetonya.
“Sementara itu, Tiongkok terus menuntut ‘bahasa yang lebih kuat’,” kata seorang pejabat AS terkait penyusunan resolusi DK PBB.
Pejabat AS tersebut juga mengklaim bahwa Rusia “menggunakan pengaruh” terhadap negara-negara yang mendorong resolusi terbaru DK PBB ini.
Duta Besar Israel untuk PBB Danny Danon mengapresiasi langkah AS yang menghalangi diadopsinya resolusi DK PBB. Dia mengatakan resolusi tersebut “bukanlah jalan menuju perdamaian, melainkan peta jalan menuju lebih banyak kekerasan, penderitaan dan pertumpahan darah.”
“Banyak di antara Anda yang berusaha mengatasi ketidakadilan ini. Kami berterima kasih kepada Amerika Serikat karena telah menggunakan hak vetonya,” kata Danon.
Kementerian Kesehatan di Gaza melaporkan jumlah kematian akibat agresi brutal Israel sejak Oktober 2023 mencapai 43.985 orang. Kebanyakan dari mereka adalah perempuan dan anak-anak.
(rds)