Berita Angin Segar Demokrasi dari DPR

by


Jakarta, Pahami.id

Baleg Anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra Habiburokhman mengatakan pihaknya setuju dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada yang dibahas hari ini. Habib menilai DPR membawa angin segar bagi demokrasi.

“Keputusan hari ini ibarat angin segar demokrasi yang bertiup dari Gedung DPR. Proses penyusunan hingga pengesahan berlangsung sesuai prinsip demokrasi, mendengarkan semua pihak yang berkepentingan,” kata Habib dalam rapat pengambilan keputusan di Kompleks Parlemen, Senayan. , Jakarta, Rabu (21/8) ).

Habib menuding ada partai yang melanggar kewenangan DPR untuk membuat undang-undang, padahal partai tersebut tidak punya hak untuk membuat undang-undang. Ia mengklaim DPR menyelamatkan hak masyarakat dengan merevisi UU Pilkada Provinsi


“Kita menyelamatkan hak konstitusional masyarakat yang dibebani di pundak kita untuk membuat undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 UUD 1945 dari perampokan yang dilakukan pihak lain, pihak-pihak lain tersebut sebenarnya tidak mempunyai hak untuk membuat undang-undang. mengambil peran pihak yang berhak membuat undang-undang,” ujarnya.

Habib mengatakan, revisi UU Pilkada mengakomodir hak partai politik yang tidak memiliki kursi DPRD.

Selain itu, revisi UU Pilkada Provinsi juga memulihkan kerusakan akibat gejolak politik yang terjadi beberapa hari terakhir.

Akibat dari adanya perbandingan buta antara partai peraih kursi dengan partai yang tidak meraih kursi di DPRD, ujarnya.

DPR mempercepat pembahasan revisi UU Pilkada setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024.

Meski begitu, DPR tidak menerima seluruh keputusan MK. Misalnya saja soal batasan usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur pada pasal 7.

Baleg memilih mengambil putusan Mahkamah Agung (MA) ketimbang MK. Dengan demikian, batasan usia calon gubernur ditentukan pada saat calon terpilih dilantik.

Kemudian DPR juga menyetujui perubahan syarat ambang batas pencalonan Pilkada dari jalur partai menjadi hanya berlaku bagi partai yang tidak memiliki kursi di DPRD.

Partai yang mempunyai kursi di DPRD tetap harus memenuhi syarat 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara pada pemilu sebelumnya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah ambang batas pencalonan bupati. Keputusan ini mengubah ketentuan dalam pasal 40 ayat (1) UU Pemilukada.

Sebuah partai atau gabungan partai politik tidak perlu lagi mengumpulkan 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah untuk mencalonkan bupati dan wakil bupati.

Ambang batas pencalonan calon berkisar 6,5 persen hingga 10 persen, tergantung jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di daerah tersebut.

Kemudian pada putusan nomor 70/PUU-XXII/2024, Mahkamah Konstitusi mewajibkan usia calon gubernur dan wakil gubernur minimal 30 tahun terhitung sejak calon bupati dilantik.

Keputusan MK ini berbeda dengan keputusan Mahkamah Agung (MA) beberapa waktu lalu yang menginginkan syarat minimal usia diperhitungkan pada saat pelantikan.

(mnf/fra)