Berita 2 Prediksi Pakar Asing soal Masa Depan RI jika Prabowo Jadi Presiden

by

Jakarta, Pahami.id

Pengamat kajian politik dan keamanan internasional dari Murdoch University, Ian Wilson memprediksi masa depan Indonesia jika calon presiden nomor urut 2 Prabu Subianto memenangkan pemilihan presiden atau Pilpres 2024.

Wilson mengutarakan pendapatnya dalam op-ed bertajuk “Pemilu akan mengakhiri semua pemilu?” diterbitkan di situs web Titik fokus pada Selasa (30/1). Website ini berafiliasi dengan think tank ISEAS, Yusof Ishak Institute.


Berikut beberapa prediksi Wilson jika RI dipimpin oleh Prabowo.

1. Tidak ada pemilihan langsung

Wilson meyakini jika Prabowo menang, Indonesia bisa mempertimbangkan kembali penerapan sistem pemilu tidak langsung. Pasalnya, Prabowo dan Partai Gerindra berupaya mengembalikan sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) seperti sebelum tahun 2005, di mana pemilihan dilakukan oleh DPRD.

Rencana ini muncul pada akhir tahun 2014, setelah Prabowo gagal mengalahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam perebutan kursi presiden.

Prabowo memimpin koalisi berbagai partai bernama Gabungan Merah Putih untuk menyetujui rancangan undang-undang Pemilihan Bupati (RUU Pilkada) yang memberikan preferensi kepada gubernur dan bupati/walikota untuk dipilih oleh DPRD.

Pada 25 September 2014, koalisi yang beranggotakan Partai Gerindra, Golkar, PKS, PAN, dan PPP akhirnya meraih suara dengan dukungan 226 suara hingga DPR mengesahkan RUU Pilkada dengan opsi dikembalikan ke DPRD.

Namun upaya Prabowo saat itu dihadang oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang masih menjabat. Karena reaksi keras masyarakat, SBY mengeluarkan dua dekrit yang membatalkan langkah amandemen konstitusi.

Untuk mengubah sistem pemilu, amandemen konstitusi (UUD) yang dibuat pada 1999-2002 perlu dibatalkan. Konstitusi yang telah diamandemen sebanyak empat kali ini jelas mendukung pemilu yang demokratis, melindungi hak asasi manusia, dan membatasi masa jabatan presiden menjadi lima tahun dengan maksimal dua periode.

Selain itu, upaya penghapusan pemilu langsung juga terlihat pada gerakan faksi-faksi yang ingin mengikis reformasi demokrasi, yang diperburuk oleh ambisi Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk “memperkuat dan melestarikan warisannya.”

Pada tahun 2023, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPD) mendesak agar MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara. Ketika MPR kembali menjadi badan tertinggi, maka MPR mempunyai kewenangan memilih presiden dan wakil presiden secara langsung.

Gerindra pun menyambut baik wacana tersebut. Wakil Ketua Umum Gerindra, Habiburokhman mengatakan, usulan ini akan ditinjau kembali setelah pemerintahan baru terbentuk.

“Jika Prabowo dapat mempertahankan popularitasnya seperti Jokowi, ia mungkin akan merasa berani untuk menegaskan kekuasaan otoriternya dan sekali lagi mendorong pencabutan amandemen konstitusi pasca tahun 1999 dan diakhirinya pemilihan langsung,” kata Wilson dalam opininya.

Lanjutkan ke halaman berikutnya >>>


!function(f,b,e,v,n,t,s){if(f.fbq)return;n=f.fbq=function(){n.callMethod?
n.callMethod.apply(n,arguments):n.queue.push(arguments)};if(!f._fbq)f._fbq=n;
n.push=n;n.loaded=!0;n.version=’2.0′;n.queue=[];t=b.createElement(e);t.async=!0;
t.src=v;s=b.getElementsByTagName(e)[0];s.parentNode.insertBefore(t,s)}(window,
document,’script’,’//connect.facebook.net/en_US/fbevents.js’);

fbq(‘init’, ‘1047303935301449’);
fbq(‘track’, “PageView”);