Jakarta, Pahami.id —
Wakil Presiden Filipina Sarah Duterte membantah memerintahkan pembunuhan Presiden Ferdinand ‘Bongbong’ Marcos Jr.
Dalam keterangannya pada Selasa (26/11), Sara Duterte menyebut pernyataannya beberapa waktu lalu merupakan ungkapan “keprihatinan” atas kegagalan Bongbong dalam melindungi rakyat Filipina.
Ia mengatakan, anggapan pemerintah yang menyebut pernyataannya sebagai ancaman pembunuhan Bongbong hanya sekedar gurauan.
“Akal sehat seharusnya cukup bagi kita untuk memahami dan menerima bahwa dugaan pembalasan bersyarat bukanlah sebuah ancaman. Itu adalah rencana yang tidak berdasar,” ujarnya, seperti dikutip AFP.
Saya yakin penyelidikan yang jujur akan dengan mudah mengungkap narasi ini sebagai lelucon, khayalan atau tidak, lanjutnya.
Kementerian Kehakiman Filipina sebelumnya menyatakan Sara Duterte adalah “dalang” rencana pembunuhan Bongbong.
Pernyataan tersebut disampaikan menyusul pernyataan Sara Duterte pada Sabtu (23/11) dalam konferensi pers online yang menyebut dirinya telah menyewa seseorang untuk membunuh Bongbong jika ia dibunuh terlebih dahulu.
Saya sudah bicara dengan seseorang. Saya bilang kalau saya terbunuh, bunuh BBM (Bongbong Marcos), (Ibu Negara) Liza Araneta, dan (Ketua DPR) Martin Romualdez. Ini bukan lelucon. Ini bukan lelucon. bercanda,” kata Sara Duterte dalam sidang media, Sabtu (23/11).
“Saya berkata, ‘jangan berhenti sampai Anda membunuh mereka’ dan dia menjawab ya,” lanjut putri mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte itu.
Kementerian Kehakiman pun menelepon Wakil Presiden untuk meminta penjelasan atas pernyataannya. Wakil Menteri Kehakiman Filipina Jesse Andres mengatakan Sara Duterte akan menghadapi konsekuensi hukum atas pernyataannya.
Bongbong sementara itu terbuka tentang ancaman pembunuhan yang diterimanya. Dia menekankan bahwa dia akan melawan segala upaya kriminal terhadapnya.
“Rencana kriminal seperti itu tidak bisa diabaikan,” kata Bongbong.
Sejak mundur dari kabinet, hubungan Sara Duterte dan Bongbong kurang baik. Sara Duterte sering mengkritik Bongbong dan ayahnya, Ferdinand Marcos Sr., karena menjalankan kekuasaan sewenang-wenang dan berusaha melenyapkan oposisi.
Banyak pihak menduga salah satu pemicu keretakan hubungan keduanya adalah penangkapan Pendeta Apollo Quiboloy, sekutu keluarga Duterte selama puluhan tahun yang mendirikan gereja Kerajaan Yesus Kristus (KOJC).
Apollo Quiboloy didakwa atas serangkaian tuduhan mulai dari pelecehan dan eksploitasi anak oleh pihak berwenang Filipina, serta perdagangan seks anak oleh pihak berwenang Amerika Serikat. Dia saat ini mendekam di penjara Kota Pasig setelah ditangkap pada bulan September.
(blq/baca)