Berita Wajah Lebam & Sakit Dada Usai Dijemput Polisi

by


Yogyakarta, Pahami.id

Meninggalnya warga Kota Semarang, Jawa Tengah bernama Darso (43) menyisakan tanda tanya karena diduga meninggal dunia akibat hal tersebut. penganiayaan petugas polisi yang mengambilnya secara paksa jika terjadi kecelakaan lalu lintas.

Istri Darso mengatakan ada luka lebam di wajah suaminya. Darso pun bercerita kepada adiknya bahwa ia mendapat pukulan telak di bagian perut.

Sebelum meninggal, Darso meminta keluarganya memproses kasus penganiayaan tersebut dengan hati-hati.


Pihak keluarga akhirnya melaporkannya ke Polda Jawa Tengah. Enam anggota Satuan Gakkum Satlantas Polda DIY diduga menganiaya Darso. Mereka saat ini sedang dalam proses mengkaji Tawaran Propam Polda DIY.

Kronologi versi polisi

Kapolres DIY, Kompol Aditya Surya Dharma, membeberkan kronologis pertemuan enam anggota yang diduga pelaku penganiayaan hingga tewasnya Darso (43).

Aditya mengatakan kronologi tersebut didapat berdasarkan hasil pemeriksaan Propam Polda DIY, Sabtu (11/1).

Peristiwa tersebut bermula dari kecelakaan lalu lintas pada 12 Juli 2024 yang terjadi di Jalan Mas Suharto, Danurejan, Kota Yogyakarta yang melibatkan pengendara sepeda motor bernama Tutik Wiyanti dan mobil yang dikendarai Darso.

Dalam kasus ini, pengendara sepeda motor mengalami cedera leher parah dan harus menggunakan kawat gigi. Tak lama setelah kecelakaan itu, Darso membawanya ke RS Bethesda Lempuyangwangi. Kartu Tanda Penduduk (KTP) Darso difoto oleh salah satu anggota keluarga Tutik.

Namun menurut Adit, Darso keluar dari rumah sakit tanpa terlebih dahulu menghubungi keluarga Tutik atau RS Bethesda Lempuyangwangi. Suami Tutik, Restu mengejarnya dengan sepeda motor, namun akhirnya terjatuh karena tertabrak mobil Darso.

Namun pengemudi tetap meninggalkan lokasi. Terkait kejadian tersebut, korban (Tutik) melaporkannya ke Satlantas Polresta Yogyakarta, kata Adit di Polresta Yogyakarta, Sabtu (11/1) sore.

Satuan Gakkum terdiri dari enam petugas termasuk Kanitgakkum pada tanggal 21 September 2024 sekitar pukul 06.00 WIB selanjutnya menuju kediaman Darso dengan tujuan memberikan undangan penjelasan.

Saat itu, Darso mengaku pernah terlibat kecelakaan di Kota Yogyakarta pada Juli 2024. Ia membantahnya sebelum petugas akhirnya menunjukkan bukti rekaman kamera pengawas (CCTV) RS Bethesda Lempuyangwangi yang merekam mobil yang dikendarai Darso.

Selanjutnya, Darso mengantarkan Unit Gakkum menuju lokasi penyewaan mobil dan kediaman dua rekannya yang hadir saat kejadian. Mereka berangkat menggunakan mobil sekitar pukul 06.25 WIB.

“Petugas menasihati Saudara Darso untuk berpamitan terlebih dahulu kepada istrinya, namun yang bersangkutan mengatakan tidak perlu dan memintanya pergi karena sedang tidak enak hati dengan tetangga,” tambah Adit.

Saat kendaraan baru menempuh jarak sekitar 500 meter, Darso meminta berhenti untuk buang air kecil. Mobil diparkir di pinggir jalan dan semua orang di dalam mobil keluar untuk buang air kecil di selokan.

Usai buang air kecil, kata Adit, tiba-tiba Darso mengeluh nyeri di dada kiri dan meminta obat jantung di rumah. Namun saat itu pihak staf berinisiatif membawanya langsung ke RS terdekat, RS Permata Medika, Ngaliyan, Kota Semarang dan Darso menyetujuinya.

Saat Darso mendapat perawatan medis di IGD, Unit Gakkum menginformasikan kepada keluarga dan pengurus RT/RW tempat tinggal Darso. Petugas kemudian membawa Poniyem, istri Darso.

“Dan Kak Poniyem menginformasikan kepada kami bahwa Kak Darso mempunyai riwayat penyakit jantung dan telah dipasang ring jantung di RSUD Dr. Kariadi, Semarang, Jawa Tengah,” jelas Adit.

Setelah menunggu hingga pukul 12.00 WIB, kondisi Darso tak kunjung membaik sehingga Satuan Gakkum memutuskan berangkat ke Kendal, Jawa Tengah untuk mencari dua rekan Darso yang berada di dalam mobil saat kecelakaan terjadi di Yogyakarta.

Pada 25 September 2024, Unit Gakkum mendapat informasi Darso masih dirawat di RS. Dua hari kemudian, atau sore tanggal 27 September, petugas mendapat kabar Darso sudah kembali dari RS Permata Medika.

Terkait dugaan penganiayaan dan dugaan lebam di bagian wajah yang disampaikan pihak keluarga, Adit mengatakan, hal tersebut sedang didalami Polda Jateng, tempat dibuatnya laporan polisi terkait dugaan penganiayaan tersebut.

“Mungkin nanti tim dari Polda Jateng akan memberikan hasil atau update terkait pemeriksaan yang dilakukan tim Polda Jateng. Kami dari Polda DIY dan Polda Yogyakarta akan mendukung semua penyidikan dan mungkin penyidikan akan dilakukan oleh Polda Tengah Jawa,” pungkas Adit.

Kesaksian keluarga

Sebelumnya, pihak keluarga melaporkan dugaan penganiayaan di balik kematian Darso ke Polda Jateng, Jumat (10/1) sore. Mereka mengatakan, korban meninggal setelah dijemput oleh beberapa polisi.

Pengacara keluarga korban, Antoni Yudha Timor mengatakan, pihaknya melaporkan kasus penganiayaan terhadap Darso yang diduga menjadi korban penganiayaan anggota Polres DIY.

“Kami melaporkan adanya dugaan tindak pidana penganiayaan berencana yang mengakibatkan kematian sebagaimana diatur dalam Pasal 355 ayat 2 KUHP Junto Pasal 170 ayat 2 angka 3 yang diduga dilakukan oleh anggota Polda DIY,” kata Antoni di Jateng. Mabes Polri, Jumat (9/1).

Antoni mengatakan, Darso didekati anggota Satlantas Polda DIY dengan mobil pada 21 September 2024. Tanpa memperkenalkan diri, pria tersebut mencari Darso. Sang istri, Poniyem (42), yang tidak merasa curiga, langsung masuk ke dalam rumah untuk menghubungi suaminya yang baru bangun tidur.

Saat keluar rumah, Poniyem tak lagi melihat Darso. Antoni mengatakan, Darso ditangkap tanpa surat perintah penangkapan atau surat tugas. Dua jam kemudian, pihak keluarga diberitahu oleh ketua RT dan polisi bahwa Darso dirawat di RS Permata Medika, Ngaliyan, Kota Semarang.

“Menurut istri korban, ada luka lebam di bagian wajah, kemudian korban mengatakan dada dan perutnya sakit. Kata korban, adiknya dipukul di bagian perut,” jelasnya.

Usai menjalani perawatan, Darso kemudian pulang ke rumah. Namun pada 29 September 2024 korban meninggal dunia. Sebelum meninggal, korban disebut sempat menyuruh istrinya untuk meminta agar kasus tersebut diproses secara hukum.

Lanjut Antoni, pihak keluarga hanya melaporkan pelaku ke Polda Jateng karena sebelumnya banyak pihak yang menawarkan jasa mediasi. Pihak keluarga pun sempat bernegosiasi dengan pelaku.

Namun karena mediasi tidak berakhir baik, pihak keluarga memutuskan melaporkan pelaku ke Polda Jateng. Ia juga mengatakan, saat mediasi pihak keluarga ditawari uang puluhan juta.

Sementara itu Poniyem menuturkan, saat berada di IGD RS Permata Medika, korban mengalami sesak napas. Namun saat itu korban masih sadar dan masih sempat berbicara.

“Tetapi saya tidak menceritakan apa yang terjadi, namun setelah orang tersebut pergi, saya mengatakan bahwa saya dipukuli oleh orang yang membawa saya,” kata Poniyem.

(kum/gil)