Jakarta, Pahami.id –
Tim Pengawasan (Timwas) Haji DPR RI merekomendasikan pembentukan komite khusus (Pansus) Haji 2025.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia Haji Timwas Cucun Ahmad mengatakan komite khusus harus dibentuk sebagai penilaian keseluruhan melibatkan komisi silang. Menurutnya, Haji Timwas menemukan banyak kontradiksi dalam kebijakan dalam implementasi Haji 2025.
“Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia Haji Timwas akan mengikuti pekerjaan pekerjaan dengan merekomendasikan untuk membentuk komite khusus 2025 haji, mengingat bahwa dalam melakukan penilaian komprehensif, itu akan melibatkan komisi yang ditugaskan ke Parlemen Indonesia. IV 2024-2025 di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (24/7).
Timwas juga mengusulkan sesuatu yang lain, yaitu untuk mendorong pemerintah untuk mengadaptasi dan mengoordinasikan kebijakan pemerintah Saudi yang terkait dengan digitalisasi dan data tentang peziarah untuk disinkronkan dan secara hukum dengan e-hajj Arab Saudi.
“Timwas Haji mendorong para peziarah yang tidak menerima layanan sesuai dengan kompensasi dari penyedia layanan,” katanya.
Pada kesempatan itu, Cucun juga mengungkapkan tujuh catatan dari Haji Timwas. Pertama, terkait dengan aspek -aspek dasar, ada ketidakcocokan pengumpulan data peziarah yang digunakan di Indonesia dan Arab Saudi.
“Penundaan kontrol, dan distribusi kartu tusuk dan skema murur dan murmur yang awalnya 40 persen di Muzdalifah dan Mina untuk mengungkap kepadatan, tidak dilakukan,” kata Cucun.
Kedua, terkait dengan akomodasi, akomodasi, Timwas menemukan banyak peziarah yang tidak mendapatkan atau tidak memenuhi hak mereka untuk mengakomodasi layanan. Itu membuat banyak penyembah tidak berangkat di hotel, tetapi di masjid dan menumpang di hotel lain.
“Ketiga, di bidang layanan penggunaan, ada beberapa yang ditemukan, sebagian besar penggunaan tidak sejalan dengan standar kontrak dan melanggar keputusan komisi 8 haji dan masih ada peziarah yang tidak menerima layanan dari apa yang ditentukan, terutama di puncak Arafat dan Mina,” kata Cucun.
Kemudian yang keempat, terkait dengan layanan transportasi, Timwas menemukan keterlambatan dalam layanan transportasi untuk peziarah, terutama untuk proses Arafat-Muzdalifah-Mina. Penundaan menyebabkan efek domino mengambil peziarah ke -2 dan ke -3.
“Meskipun pada tanggal 9 Zulhijah, puncak para peziarah masih ditemukan, ada peziarah yang belum diangkut sampai pukul 11.00 Arab Saudi,” kata Cucun.
Kelima, di bidang layanan kesehatan ada temuan peziarah yang tidak bergeser sesuai dengan ketentuan kesehatan Istitoah atau kemampuan untuk meninggalkan kesehatan.
Timwas juga menemukan bahwa larangan jemaat kesehatan di Mekah untuk para peziarah di hotel, menyulitkan para peziarah untuk mendapatkan hak perawatan kesehatan.
Keenam, terkait dengan aspek layanan SDM untuk petugas haji. Masih menemukan kinerja yang tidak profesional dan tidak dapat memberikan layanan maksimal kepada para peziarah di akomodasi, penggunaan, transportasi, dan kesehatan.
“Ketujuh, aspek layanan imigrasi Timwas menemukan bahwa temuan, antara lain, banyak orang Indonesia memiliki visa non -Hajj atau tidak memiliki visa ziarah resmi untuk melarikan diri dari Indonesia ke Arab Saudi, menyebabkan para korban dapat memenuhi syarat untuk tanah Saudi,” kata Cucun.
(Yoa/pt)