Jakarta, Pahami.id —
Mantan Menteri Pertanian yang menjadi terdakwa kasus pungli, Syahrul Yasin Limpo (SYL), menahan air mata saat membacakan pembelaan atau pengakuan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (5/7).
Menurut dia, tuduhan dan tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi melanggar asas non-testimonium de auditu atau keterangan yang diperoleh dari orang lain bukan merupakan keterangan saksi.
SYL menyatakan, keterangan sejumlah mantan anak buahnya di Kementerian Pertanian yang menyimpulkan adanya perintah pemungutan iuran atau pembagian dana tidak diberikan sebagai saksi yang mendengar perintah tersebut secara langsung. Menurut dia, seluruh saksi mengaku sudah mendengar keterangan saksi Panji yang merupakan mantan asistennya tanpa membenarkannya.
Ketentuan Pasal 1 angka 26 KUHP menyatakan bahwa saksi adalah orang yang dapat memberikan bukti untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan mengenai suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan dialaminya sendiri. ucap SYL sambil menahan tangisnya.
Ia mengaku sangat sedih karena dituding melakukan pemerasan oleh sejumlah mantan anak buahnya di persidangan. Terkait hal tersebut, ia geram kepada Panji selaku mantan asistennya yang dinilai melontarkan berbagai tudingan tak berdasar dengan berbagai asumsi dan rekayasa.
“Saya melihat kekejaman dan kejamnya tuduhan dan fitnah dari orang-orang yang saya anggap dekat dengan saya,” ujarnya.
SYL menambahkan, tuduhan dan tuntutan JPU KPK melanggar asas saksi bukan saksi (unus testis nullus testis). SYL menjelaskan, pernyataan Panji yang membeberkan instruksinya memungut biaya kepada anak buahnya merupakan pernyataan independen.
“Selanjutnya saya tidak pernah mengatakan atau menyampaikan kepada saksi Panji segala perintah atau petunjuk yang bersifat menyimpang, sehingga keterangan tersebut tidak benar dan sangat menyesatkan, dari segi hukum keterangan tersebut hanyalah keterangan saksi Panji saja. tanpa didukung keterangan saksi lain atau alat bukti lain,” ujarnya.
Dalam bandingnya, SYL yang merupakan politikus Partai NasDem menilai dirinya telah dihukum sebelum putusan dijatuhkan.
Dikatakannya, persidangan yang telah berlangsung selama 20 kali ini, dengan dinamika keterangan saksi, memberikan dampak yang luar biasa terhadap pembunuhan karakter dan penyerangan terhadap dirinya dan kehormatan pribadinya serta keluarganya.
“Bagi saya itu tuduhan dan tuntutan yang sangat keji dan mungkin tendensius karena saya tidak pernah melakukan tindakan pemerasan tersebut,” kata SYL.
SYL meminta majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut dapat mengambil keputusan seadil-adilnya.
“Permintaan saya agar Tuan Yang di-Pertua majelis hakim diberi kekuatan oleh Allah SWT untuk dapat menegakkan keadilan terhadap saya dengan menjatuhkan hukuman bebas atau jika mereka masih menganggap saya bersalah, silakan turunkan.” keputusan yang seadil-adilnya,” ujarnya.
SYL didakwa 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta untuk anak perusahaannya hingga enam bulan penjara. Ia dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan terus-menerus sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 KUHP Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 sd 1. KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
SYL disebut memeras Kementerian Pertanian dengan nilai Rp44,2 miliar dan US$ 30 ribu. Selain hukuman badan, jaksa juga meminta SYL membayar ganti rugi sebesar itu.
Sementara itu, Direktur Alat dan Mesin Pertanian nonaktif Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementerian Pertanian Muhammad Hatta dan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian nonaktif Kasdi Subagyono dijerat hukuman 6 tahun penjara dan denda sebesar Rp 250 juta subsider tiga bulan penjara.
(ryn/tsa)