Jakarta, Pahami.id —
Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan pemerintah siap membahas revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus persentase pencalonan calon presiden dan wakil presiden (ambang batas presiden).
“Jika diperlukan perubahan dan penambahan norma dalam UU Pemilu akibat penghapusan Presidential Threshold, maka tentu pemerintah akan mengupayakannya bersama DPR,” kata Yusril.
“Seluruh pemangku kepentingan termasuk KPU dan Bawaslu, akademisi, pegiat pemilu, dan masyarakat pasti akan dilibatkan dalam pembahasan nanti,” lanjutnya.
Sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 1945, jelas Yusril, putusan MK bersifat final dan mengikat. Oleh karena itu, semua pihak termasuk pemerintah terikat pada putusan Mahkamah Konstitusi tanpa dapat melakukan tindakan hukum apa pun.
Dalam keterangan tertulisnya, Yusril menyatakan, pemerintah mengetahui permintaan pengujian ketentuan Pasal 222 UU Pemilu sudah dilakukan lebih dari 30 kali, dan baru pada pengujian terakhir diperbolehkan.
Ia mengatakan, pemerintah melihat ada perubahan sikap MK terhadap konstitusionalitas Pasal 222 UU Pemilu dibandingkan putusan sebelumnya.
Namun apapun pertimbangan hukum MK dalam mengambil keputusan tersebut, pemerintah menghormatinya dan tentunya tidak bisa berkomentar sebagaimana yang bisa dilakukan oleh akademisi atau aktivis, kata Yusril.
Mahkamah Konstitusi berwenang menguji norma hukum dan juga berwenang menyatakan bertentangan dengan UUD 45 serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, lanjutnya.
MK sebelumnya mengabulkan seluruh permohonan yang diajukan empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga yakni Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq dan Tsalis Khoriul Fatna.
Mahkamah Konstitusi menilai Pasal 222 UU Pemilu inkonstitusional dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pasal tersebut dinilai melanggar hak politik dan kedaulatan rakyat serta pelanggaran moralitas.
Dengan keputusan tersebut, setiap partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu berikutnya berhak mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa ada batasan lebih lanjut.
Untuk menghindari membludaknya pasangan calon, Mahkamah Konstitusi merekomendasikan lima hal yang terkandung dalam rekayasa konstitusi.
Keputusan itu tidak bulat. Pasalnya, dua hakim konstitusi yakni Anwar Usman dan Danie Yusmic P. Foekh berbeda pendapat atau berbeda pendapat.
(ryn/gil)