Jakarta, Pahami.id –
Kehidupan Adelia Eka Tri Septtii (16) telah berubah secara dramatis sejak ia diterima sebagai siswa di Sekolah Tinggi Sekolah Tinggi (SRMA) 13 Kota Bekasi, Jawa Barat.
Seorang remaja yang dulu tidur di ruangan sempit dengan nenek dan tiga saudara kandung, sekarang dia memiliki tempat tidur dan meja sendiri, sesuatu yang mustahil. Tapi sekarang dia merasa setelah menjadi siswa di sekolah rakyat.
Dia berterima kasih dan berterima kasih kepada Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Sosial Saifullah Yusuf atas kehadiran sekolah -sekolah rakyat.
Di tengah rasa terima kasih, Adelia terkadang masih secara emosional. Dia ingat saudara perempuannya di rumah, yang hanya makan telur atau mie instan setiap hari.
“Saya tidak perlu berpikir di sini lagi, makan hanya makan, tapi saya pikir saudara perempuan saya, saudara perempuan saya,” katanya dengan lembut ketika dia bertemu di Bekasi, beberapa kali sebelumnya.
Kedekatan Adelia dengan adik perempuan dan kakek -neneknya telah didirikan sejak dia menikah lagi, sementara ayahnya ditangkap di bar besi karena kecanduan narkoba. Adelia hanya menemukan pelukan neneknya dan tanggung jawab besar untuk ketiga saudara kandungnya.
Kehidupan keluarga ini tergantung pada penjualan kopi dan teh, ketidakpastian hasilnya. Dalam sehari, keuntungan penjualan hanya sekitar RP. 15 ribu hingga Rp. 20 ribu sehari. Jumlah itu jelas jauh dari cukup untuk mendukung kebutuhan hidup, apalagi membiayai sekolah cucu.
Bahkan dengan kondisi ekonomi yang biasa -mereka tidak mencegah kakek nenek dan saudara perempuannya kadang -kadang datang untuk mengunjungi Adelia seolah -olah.
“Saudaraku bersemangat.
Kesempatan untuk pergi ke sekolah untuk Adelia tidak terduga. Awalnya, seorang teman menolak tawaran untuk memasuki sekolah rakyat. Tanpa berpikir, Adelia segera mengambil kesempatan untuk membuka di depannya.
“Sangat bahagia. Segera bayangkan mimpiku akhirnya bisa menjadi kenyataan, bisa terus bersekolah,” katanya dengan mata berkilauan.
Bagi Adelia, Sekolah Rakyat hadir sebagai jembatan ke tujuan besar yang telah ia pegang.
“Impian saya adalah menjadi hakim, karena ayah saya sering kali merupakan kekerasan narkoba, saya ingin menegakkan keadilan,” kata Adelia dengan suara yang kuat.
Adelia juga memiliki mimpi lain, yang dapat dipersatukan kembali dengan ibu, ayah, nenek, dan adik -adiknya dan kemudian berhasil dalam bingkai foto keluarga. Bayangan sering hadir dalam benaknya, tetapi dia tidak ingin membuatnya menjadi beban.
Di belakang wajahnya yang tidak bersalah, Adelia memiliki mimpi yang jauh lebih besar darinya. Sekolah menghadiri dan memberinya ruang untuk tumbuh, tempat untuk belajar, dan bahkan rumah kedua untuknya.
Sekolah orang hadir untuk anak -anak dari keluarga miskin dan miskin yang ekstrem. Sekolah konsep asrama gratis dan menyajikan kurikulum dan fasilitas yang sama dengan sekolah.
Tahun ini Kementerian Sosial menargetkan 165 sekolah komunitas pilot untuk beroperasi di berbagai wilayah di Indonesia dengan kapasitas 15 ribu siswa.
Selain menyediakan akses ke pendidikan gratis dan berkualitas, sekolah orang juga merupakan program pengurangan kemiskinan terpadu.
Baik siswa dan keluarga mereka akan mendapat manfaat dari program prioritas. Di antara mereka adalah pemeriksaan kesehatan gratis, nutrisi gratis, dan asuransi kesehatan gratis atau PBI JK.
Meskipun orang tua dari siswa akan mendapatkan bantuan perbaikan rumah, memasuki Kopdes Merah dan Putih, dan 3 juta program rumah, serta program pemberdayaan lainnya.
(Inh)