Berita Saksi Harus Penuhi Syarat Formil-Materiil

by
Berita Saksi Harus Penuhi Syarat Formil-Materiil


Jakarta, Pahami.id

Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Buka pad) Ijud Tajudin menyatakan, keterangan saksi yang dijadikan alat bukti harus memenuhi syarat formil dan materil.

Hal itu disampaikan Ijud saat disampaikan pihak tersebut Delpedro Marhaen Dalam perkara ini diwakili Tim Advokasi Demokrasi (Taud) dalam sidang lanjutan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (21/10).

“Jika alat bukti keterangan saksi dapat dikatakan memenuhi atau memenuhi syarat Pasal 184 Ayat 1 KUHAP, apakah saksi yang diperoleh dalam penyidikan dapat dikategorikan sebagai alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 Ayat 1 KUHAP?” Ditanyakan anggota Tim Advokasi Demokrasi (Taud) Fandi Denisatria di Ali, kata ruang sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.


Ya, dalam konteks yang disebut alat bukti sebagai keterangan saksi, tentu harus memenuhi syarat formil dan materiil, jawab Ijud.

Ijud mengatakan, syarat resminya, jika di persidangan, keterangan saksi harus di bawah sumpah. Sedangkan syarat materiilnya, saksi yang keterangannya diambil dan dijadikan alat bukti haruslah saksi yang melihat, mendengar, dan mengetahui secara langsung tentang dugaan tindak pidana tersebut.

Konteks itulah yang bisa dijadikan bukti keterangan saksi, ujarnya.

“Sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka, harus ada alat bukti yang cukup, asumsinya alat bukti itu diperoleh sebelum tersangka ditetapkan,” tanya Fandi lagi.

Tentu logikanya ketika penetapan tersangka berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh sebelumnya dan ketika akhirnya tersangka ditetapkan, maka diperoleh bukti terlebih dahulu sebelum penetapan tersangka, jelas Ijud.

“Kalau misalnya ada bukti setelah tersangka ditetapkan, yang jadi pertanyaan apakah akan dijadikan bukti permulaan, jadi ada kemungkinan bisa terjadi seperti itu,” ujarnya.

Artinya, jika ditemukan bukti setelah tersangka ditetapkan, itu bukan bukti awal yang cukup? ujar Fandi.

“Tadi saya sampaikan, tentunya ketika tersangka akhirnya ditetapkan, selain dari tindakan yang dilakukan penyidik, tentu untuk kategori bukti permulaan, diperolehnya untuk mengumpulkan bukti-bukti dan bukti-bukti itu sudah diuji dan tentunya bisa menetapkan tersangka.

Dalam penetapan Delpedro sebagai tersangka kasus dugaan penghasutan terkait aksi demonstrasi Agustus lalu, Polda Metro Jaya mendasarkannya pada dua alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat 2 KUHAP. Dua alat bukti tersebut adalah keterangan saksi dan keterangan ahli. Dalam persidangan kali ini, Taud juga meminta penjelasan Ijud soal kualitas dan kuantitas keterangan saksi.

Selain Ijud, Taud juga mempersilakan pakar hukum tata negara Feri Amsari memberikan penjelasan atas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor (MK): 21-PUU/XII/2014 tanggal 24 April 2015. Namun dalam praktiknya, Polda Metro Jaya langsung menangkap Delpedro tanpa terlebih dahulu memanggilnya untuk dimintai keterangan.

Menurut polisi, pemeriksaan terhadap calon tersangka hanya masuk pada bagian pertimbangan, bukan pada pengambilan keputusan. Selain itu, polisi berdalih menggunakan diskresi sebagaimana diatur dalam peraturan tetap (Protap) Nomor 1 Tahun 2010 tentang tindakan kaum anarkis yang memprotes penangkapan paksa Delpedro.

“Apakah pertimbangan hukum dalam putusan mahkamah konstitusi juga mempunyai kekuatan hukum?” Ditanyakan anggota Taud lainnya, Fandi Denisatria.

“Ya karena pertimbangan itu ada asal usulnya, kausalitas Amar, Amars itu selalu singkat, sederhana, untuk memahami amar perlu pertimbangan, karena itu satu kesatuan, tentu satu kesatuan mengikat semua orang.

(ryn/tidak)