
Jakarta, Pahami.id –
Koalisi penyelamatan lanskap SEBlat menemukan 1.585 hektar habitat hutan gajah Di lanskap tersebut, Sebeps telah menghilang karena telah ditebangi dan diubah menjadi vegetasi telapak Sepanjang periode Januari 2024 hingga Oktober 2025.
Keadaan ini mengancam keberadaan gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) di wilayah Bengkulu.
Supintri Yohar dari Auriga Foundation yang tergabung dalam koalisi mengungkapkan, konversi hutan alam secara besar-besaran di Kabupaten dan Wilayah Mukomuko Utara terjadi di wilayah konsesi dua perusahaan kehutanan yakni pt pratama (api).
Supin mengatakan, lokasi perambahan habitat utama hutan gajah yang diduga menggunakan alat berat itu berada di Hutan Produksi (HP) Rami Air dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis.
Kawasan hutan ini berbatasan langsung dengan Taman Nasional Kerinci Sebinc (TNKS).
Kombinasi tersebut juga menampilkan visual pembukaan hutan alam di HPT Lebong Kandis.
“Terjadi perubahan besar tutupan hutan di habitat utama gajah sumatera dalam dua tahun terakhir dengan luas mencapai 1.585 hektare,” kata Supin melalui keterangan tertulis yang diterima Cnnindonesia.comSelasa (28/10) sore.
Berdasarkan analisis citra sentinel hingga awal Oktober 2025, Supin menyebutkan luas tutupan hutan alam yang berubah menjadi lahan terbuka mencapai 1.585 hektare.
Termasuk pembukaan HP Air Rami seluas 270 hektar (2024), dan pada tahun berikutnya mencapai 560 hektar. Sedangkan pembukaan hutan di HPT Lebong Kandis pada tahun 2024 seluas 397 hektare, dan pada tahun 2025 mencapai 358 hektare.
Lokasi pembukaan hutan alam di kawasan HPT Lebong Kandis berada pada koordinat angka Tk.1 2°54’17.26″ s – 101°44’7.35″ BT, Tk.2 2°54’43.73″S – 101°46’9.71″ 101°45’45.59″ BT dan TK.4 2° 54’41.84″ S – 101°47’7.65″ BT.
Padahal, dari pantauan kami, perambahan telah memasuki kawasan konservasi Taman Nasional Kerinci Sebince (TNKS) pada koordinat Tk.5 2°53’54.72″s – 101°46’50.30″e seluas 3 hingga 4 hektare,” kata Supin.
Sejak tahun 2020, Supin mengungkapkan koalisi telah mendesak Menteri Kehutanan untuk membatalkan izin usaha pengelolaan hasil hutan kayu alam (IUPHHK-HA) atau Hak Pengusahaan Hutan (HPH) karena tidak memenuhi kewajiban keselamatan di wilayah kerja dan membiarkan wilayah tersebut diserbu dan diperdagangkan.
Kedua izin usaha tersebut dipegang oleh PT API dan PT BAT.
Supin mengatakan, kajian perizinan kedua perusahaan tersebut telah disampaikan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) di Bengkulu melalui surat resmi kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) – kini Kementerian Kehutanan.
Anggota koalisi penyelamat lanskap Sebep lainnya, Ali Akbar dari Indonesia Green Canopy, menambahkan, rusaknya kawasan hutan ini menunjukkan aparat negara tidak memiliki kapasitas untuk memastikan lanskap SEBlat menjadi rumah aman terakhir bagi gajah sumatera di Bengkulu.
“Hal ini menunjukkan pemerintah tidak bisa melindungi hutan dan populasi gajah yang tersisa dari segala kejahatan kehutanan,” ujarnya.
Berdasarkan pantauan dan analisis koalisi, koalisi menduga ada aksi jual beli hutan bentang alam Seblat seluas ratusan hektar di wilayah Kabupaten Mukomuko.
Ali menjelaskan, lanskap SEBlat merupakan bagian dari Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Gajah yang luasnya mencapai 80.987 hektare.
Kawasan ini merupakan habitat gajah sumatera yang hidup di Bengkulu. Populasi gajah di sana diperkirakan tersisa tidak lebih dari 50 ekor.
(ryn/dal)
