Jakarta, Pahami.id –
Ketua DPR RI Nyonya Permaisuri mengatakan pihaknya akan mematuhi keputusan tersebut Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan kuota minimal 30 persen perempuan di setiap alat Majelis (AKD) DPR.
Puan mengaku akan membahas pelaksanaan keputusan tersebut dengan masing-masing perwakilan fraksi di DPR, terutama terkait teknis pelaksanaannya ke depan.
“Putusan MK akan kami tindak lanjuti, termasuk pembahasan dengan masing-masing perwakilan suku, khususnya teknis pelaksanaan putusan MK di tingkat komisi,” kata Puan dalam keterangannya, Jumat (31/10).
Puan menilai keputusan MK sejalan dengan semangat kesetaraan gender. Apalagi, kata dia, separuh penduduk Indonesia kini adalah perempuan.
Di sisi lain, ia menjelaskan komposisi DPR RI periode 2024-2029 menunjukkan kemajuan signifikan dalam hal keterwakilan perempuan dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 127 (21,9 persen) dari total 580 anggota DPR.
Saat ini keterwakilan perempuan di DPR RI periode 2024-2029 mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah, yakni sekitar 21,9 persen atau 127 dari 580 anggota DPR, kata Puan.
Ia mengatakan kenaikan tersebut patut diapresiasi meski jauh dari target minimal 30 persen. Puan menegaskan, pencapaian tersebut bukan menjadi alasan untuk berpuas diri. Putusan MK, lanjut Ibu, harus menjadi momentum untuk memperkuat keterwakilan dan peran perempuan di lembaga hukum, tidak hanya dalam jumlah, tetapi juga dalam posisi strategis.
Kemajuan yang patut diapresiasi, meski masih jauh dari target ideal minimal 30 persen keterwakilan perempuan di lembaga legislatif, sejalan dengan semangat penegasan kesetaraan gender dalam politik Indonesia, ujarnya.
MK dalam putusannya memerintahkan, setiap AKD yang diatur dalam UU MD3 harus memuat keterwakilan perempuan minimal 30 persen. Mulai dari badan umum, badan anggaran, badan kerja sama antar parlemen, badan kehormatan dewan, hingga komisi.
Dalam penilaiannya, Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan perlu adanya praktik agar keterwakilan perempuan tidak terkonsentrasi pada fraksi tertentu untuk menjamin keterwakilan perempuan di AKD.
Faktanya, terdapat komisi-komisi yang memiliki jumlah perempuan yang minim karena lebih banyak anggota perempuan yang ditempatkan di komisi-komisi yang menangani bidang sosial, perlindungan anak, dan pemberdayaan perempuan.
(FRA/THR/FRA)

