Berita Polda Jambi Minta Maaf soal Adang Wartawan Wawancara Komisi III DPR

by
Berita Polda Jambi Minta Maaf soal Adang Wartawan Wawancara Komisi III DPR


Jakarta, Pahami.id

Sejumlah wartawan dihadapkan oleh petugas polisi untuk wawancara atau Pintu pintu dengan anggota Komisi Dewan Perwakilan Rakyat III yang mengadakan pertemuan tertutup dengan POLDA JAMBI Selama kunjungan kerjanya (Kunker), Jumat (12/9).

Polisi distrik Jambi juga telah mengeluarkan rilis pernyataan permintaan maaf untuk insiden tersebut, dan menjelaskan kasus duduk.


Komisaris Polisi Hubungan Masyarakat Jambi Mulia Prianto dalam sebuah pernyataan tertulis meminta maaf atas insiden yang mencegah wartawan yang menyerukan anggota Komisi Komisi III di Polisi Distrik Jambi. Dia juga menjelaskan kronologi versi POLDA.

“Saya minta maaf jika insiden itu membuat teman wartawan tidak nyaman,” kata Noble, seperti yang dikutip dari DeticumbagelMinggu (9/14).

Yang Mulia mengklaim bahwa tidak ada niat untuk mencegah jurnalis dalam melaksanakan jurnalisme. Dia mengakui bahwa dia awalnya akan memberi wartawan waktu untuk wawancara tentang kunjungan tertentu dari Dewan Perwakilan Rakyat III.

“Kami telah merencanakannya seperti biasa, sehingga teman dapat wawancara,” katanya

Hanya saja, terus mulia, situasi yang tidak memungkinkan rencana berubah. Oleh karena itu, tidak ada sesi wawancara, yang akhirnya membuat beberapa jurnalis melakukan pintu.

“Waktu ternyata sangat ketat, setelah pertemuan selesai, makan siang dan diskusi internal di gedung utama.

Mengutip dari Akun Media Sosial X Jambi Polda, Komisi III DPR adalah kerangka kerja untuk mengevaluasi implementasi prosedur pidana (Kuhap). Selain polisi, beberapa perwakilan dari jaksa penuntut dan pengadilan di Jambi juga hadir.

Kegiatan yang dilakukan di aula lantai 3 Gedung Polisi Distrik Jambi dihadiri oleh penegak hukum regional, termasuk Kepala Inspektur Polisi. Krisno H. Siregar, Kajati Jambi Dr. Hermon Decisto, dan Ketua Pengadilan Tinggi Jambi Dr. Ifa Sudewi“Pernyataan itu mengatakan dalam memposting polisi distrik Jambi pada 12 September.

Kelompok Komisi III yang hadir adalah Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat III, Ir. HJ. Sari Yuliati, dan H. Rusdi Masse Mapasesssu dengan anggota lain“Dia melanjutkan.

Kritik terhadap organisasi surat kabar

Jurnalis independen (AJI) Jambi mengutuk apa yang terjadi di polisi distrik Jambi sebagai penghalang jurnalisme untuk tetap diam dari surat kabar.

“Pekerjaan jurnalisme adalah bentuk keheningan,” kata Jambi Independent Chairman of Alliance (AJI), Suwandi Wendy, Sabtu (9/13) seperti yang dikutip dari Deticumbagel.

Dia mengatakan setidaknya tiga jurnalis telah menunggu berjam -jam untuk mendapatkan informasi dan bertanya tentang masalah terbaru reformasi polisi nasional yang dilarang mewawancarai, dan dinyatakan bahwa hanya ada siaran pers.

Anggota tersebut terkejut bahwa akan ada pelepasan informasi yang akan dikirim oleh hubungan masyarakat Polisi Distrik Jambi, sehingga menghilangkan wartawan yang melakukan wawancara.

Catatan acara tersebut adalah virus di media sosial, termasuk X.

“Tekanan pers, yang memiliki potensi untuk melemahkan demokrasi di depan polisi dan anggota dewan. Mereka hanya tersenyum dan tidak mengambil tindakan,” kata Wendy.

Aji Jambi menyatakan sikapnya untuk mengkritik polisi yang telah mencegah wartawan selama penutupan polisi distrik Jambi. AJI meminta pelaku untuk disetujui sesuai dengan aturan yang berlaku.

“Aji Jambi mendesak kepala pemeriksa Kepala Polisi Distrik Jambi Krisno H Siregar dan wakil ketua III III III Sari Sari Sari Yuliati dari partai Golkar meminta maaf dan berkomitmen untuk melindungi pekerjaan jurnalis dari terorisme,” katanya.

Demikian pula, Ketua Jurnalis Foto Indonesia (PFI) Jambi Irma Tambunan menyesali sikap polisi. Dia mengatakan polisi distrik Jambi harus memahami bahwa wawancara itu adalah bagian dari pekerjaan jurnalis.

Wartawan memiliki hak untuk mengajukan pertanyaan dan sumber daya memiliki hak untuk menjawab atau menolak menjawab, tetapi mencegah pekerjaan jurnalistik tidak dapat diizinkan.

“Jurnalis bekerja sebagai dipercayakan pada Pasal 28f Konstitusi 1945 dan Hukum Nomor 40 tahun 1999 di surat kabar. Pasal 2 dari undang -undang surat kabar bahwa kemandirian surat kabar adalah bentuk kedaulatan rakyat berdasarkan prinsip -prinsip demokrasi, keadilan, dan pemerintahan hukum,” katanya.

Kemudian, Ketua Asosiasi Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dari Permanen Permanen, Adrianus Susandra, juga menyesali upaya untuk menghalangi jurnalisme di lapangan. Dia mendesak pernyataan permintaan maaf secara terbuka untuk tindakan reporter yang bertugas.

“Tekankan bahwa tindakan yang sama tidak lagi di Jambi. Jika terbukti merusak tenaga kerja atau melukai jurnalis fisik, pelaku harus diproses sesuai dengan hukum yang relevan,” katanya.

Baca berita lengkapnya Di Sini.

(Anak -anak/WIS)