Jakarta, Pahami.id –
Pengacara Keluarga Juliana Marins Mengancam untuk mengklaim bahwa pihak yang terkait dengan Indonesia ke saluran hukum jika hasil pendaki Brazil Keluar dan menyimpulkan ada kelalaian dalam kontrol tubuh.
Mereka tidak puas dengan dokter Indonesia yang mengungkapkan otopsi dan curiga terhadap tim penyelamat menyebabkan wanita 26 tahun itu mati setelah terjebak empat hari di Gunung Rinjani.
Keluarga mencari bantuan dari Kantor Pertahanan Publik (DPU) dalam melamar. Proposal itu kemudian diajukan ke pengadilan federal.
“Sertifikat kematian yang dikeluarkan oleh Kedutaan Besar Brasil di Jakarta didasarkan pada otopsi yang dilakukan oleh otoritas Indonesia, tetapi tidak memberikan informasi konklusif tentang waktu kematian yang tepat,” kata Kantor Pertahanan Publik (DPU), yang dikutip oleh media lokal Brasil setempat, O Globo.
Menurut pengacara Bittencourt Defense, implementasi ujian baru sangat penting dalam memelihara unsur -unsur yang dapat menjelaskan fakta -fakta
Kantor Kejaksaan Agung (AGU), DPU, dan Pemerintah Daerah Rio de Janeiro setuju untuk meresepkan otopsi yang akan diadakan pada hari Rabu (2/7), di Institut Medis Afrânio Peixoto (IML).
Selain itu, Bittencourt mengatakan keputusan otopsi akan menentukan langkah selanjutnya. Dalam hal kelalaian, otoritas Brasil akan mengambil tindakan hukum dengan mengajukan penyelidikan internasional atas kematian Marins.
“Kami sedang menunggu laporan dari Indonesia dan setelah laporan ini tiba pada kami, kami akan menentukan langkah selanjutnya. Otopsi atas permintaan keluarga,” katanya.
Marins meninggal setelah jatuh saat mendaki Gunung Rinjani pada 21 Juni sekitar pukul 6:30 pagi. Tim SAR koalisi hanya bertemu korban pada 23 Juni pukul 07.05 Wita, atau dua hari setelah insiden itu.
Kemudian pada 24 Juni, tim mencapai korban dengan kedalaman 600 meter. Namun, badan MARINS baru berhasil dipindahkan pada 25 Juni dengan kedalaman 600 meter.
Pakar forensik di Rumah Sakit Bali Mandara Ida Good Putu Alit mengatakan keputusan otopsi menunjukkan Marins meninggal 20 menit setelah jatuh.
ATIT menyatakan bahwa marin meninggal karena dampak yang kuat bukan karena hipotermia. Dia juga mengatakan wanita itu menderita cedera terburuk di dada karena benda tumpul.
Ada tuduhan bahwa marin jatuh dua kali dalam insiden itu. Pada hari pertama dia jatuh saat mendaki, dan hari berikutnya para pendaki kemungkinan besar akan jatuh lagi.
Hipotesis utama menyebutkan salah satu jatuh yang menyebabkan cedera yang menyebabkan kematian. Pakar forensik memperkirakan bahwa Marinir meninggal pada 24 atau 25 Juni.
(ISA/RDS)