Berita Krisis Kepercayaan Publik, Akademisi Beri Catatan Penting Buat Prabowo

by
Berita Krisis Kepercayaan Publik, Akademisi Beri Catatan Penting Buat Prabowo


Jakarta, Pahami.id

Aliansi Akademik Akademik Indonesia menyoroti krisis kepercayaan publik dan mendesak Presiden Prabowo Subianto Untuk mengambil langkah konkret di tengah gelombang demonstrasi yang mengklaim kehidupan.

Akademisi yang terdiri dari berbagai universitas di Indonesia telah mengkonfirmasi bahwa masalahnya jauh lebih mendasarinya, yaitu ketidakadilan kebijakan dan kelemahan akuntabilitas negara.

Mereka berpikir bahwa demonstrasi yang awalnya keberatan dengan peningkatan tunjangan DPR sebenarnya adalah kumpulan frustrasi publik dalam berbagai kebijakan, dari kebijakan efisiensi anggaran hingga pajak. Tetapi tindakan itu kemudian meningkat secara eksternal setelah korban jatuh, bahkan untuk menuntut kehidupan karena kekejaman peralatan.


Prof. Sulistyowati Irianto dari Fakultas Hukum, Universitas Indonesia (FHUI) mendorong presiden untuk mengambil langkah -langkah konkret, seperti menerbitkan divisi aset, RUU masyarakat adat, ke RUU Perlindungan Pekerja Domestik (PPRT) untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat.

“Jika presiden memiliki pandangan bahwa sekarang ada ganas, apa bahaya membuat aset dari orang -orang yang kehilangan kepercayaan mereka pada para pemimpin mereka di semua tingkatan,” kata Sisis pada konferensi pers online pada hari Senin (1/9).

Menurutnya, perbaikan yang dibutuhkan bukan hanya pembatalan manfaat, tetapi reformasi birokrasi dan kebijakan anggaran dengan cara dasar.

“Kami membutuhkan restrukturisasi, terlepas dari reformasi birokrasi yang sangat mendasar. Lembaga -lembaga negara harus benar -benar politis, mengawasi satu sama lain, termasuk memulihkan peradilan lagi sehingga mereka bebas dan tidak tunduk pada politik atau uang,” kata Simul.

“Alokasi anggaran keuangan harus dipertimbangkan lagi. Maaf, anggota pensiunan suci, meskipun pekerjaan mereka belum tentu seumur hidup. Itulah yang membebani negara, bukan dosen, guru, ASN lainnya, dan pegawai negeri sipil lainnya,” katanya.

Pindahkan protes publik

Sementara itu, mantan Wakil Wakil Kantor Presiden Yanuar Nugroho menilai bahwa langkah pemerintah untuk membatalkan tunjangan untuk menonaktifkan anggota DPR tidak lebih dari gerakan simbolik untuk mengurangi kemarahan publik.

“Batalkan tunjangan dan nonaktifkannya jika saya melihatnya DPR membuat stres.

“Beban dilemparkan ke legislatif sementara eksekutif muncul sebagai penyelamatan, meskipun akar masalah muncul dari berbagai kebijakan yang dibuat oleh keduanya,” tambah Yanuar.

Menurutnya, strategi itu hanya akan menenangkan situasi tanpa menyentuh inti masalah, yaitu runtuhnya kepercayaan publik.

“Memang, strategi ini dapat tenang untuk sementara waktu, tetapi tidak dapat menyentuh akar masalah, yang merupakan kepercayaan dari orang -orang yang telah retak sebelumnya, rasa keadilan telah terluka,” katanya.

Yanuar menambahkan bahwa pemerintah juga perlu mengubah pendekatan dari paksaan menjadi tanggung jawab. Dia menganggap presiden untuk menunjukkan tanggung jawab langsung atas jatuhnya korban dalam demonstrasi.

“Pendekatan yang dipilih oleh pemerintah sementara adalah pendekatan paksaan, bukan pendekatan akuntabilitas, jadi itu memang terjadi.

Dia juga meminta penyelidikan independen atas kematian publik sebagai akibat dari tuduhan penggunaan kekerasan yang berlebihan terhadap pihak berwenang.

“Kematian warga sipil karena penggunaan kekerasan yang berlebihan harus dilakukan secara mandiri. Polisi tidak dapat diminta untuk memesan, menyelidiki anggota mereka tidak bisa.

Menurutnya, pengakuan negara untuk melindungi, tidak menyakiti populasi, adalah awal sebelum membuat koreksi kebijakan yang merupakan masalah pemicu atau akar.

“Presiden harus ingin membuat pengakuan terbuka bahwa negara itu bertanggung jawab untuk melindungi rakyat, bukan menyakiti mereka. Yang penting adalah pengakuannya. Itu adalah langkah yang sangat mendasar, yaitu berkomitmen Untuk membuat koreksi kebijakan, baik pemicu, yaitu, tabungan, tabungan, pajak, dan lainnya. Tetapi juga kebijakan yang telah menjadi akar masalah ketidakadilan, “katanya.

(Kay/fra)