Jakarta, Pahami.id –
Anggota Komisi VI DPR Fernando Hadityo Ganinduto menyatakan tidak ada uang APBN yang dikeluarkan untuk membayar utang proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, Suara mendesingke Tiongkok.
Fernando mengaku membenarkan hal tersebut karena yang disebut Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) adalah sebuah proyek bisnis ke bisnis (B2B), dan bukan proyek pemerintah ke pemerintahanT (G2G) antara Indonesia dan Tiongkok.
“Jadi saya jamin kalau ada apa-apa dengan proyek ini pasti tidak menggunakan APBN karena ini dari awal B2B, bukan G2G, jadi tidak ada hubungannya dengan APBN,” kata Fernando dalam acara tersebut. Head to head Pahami.id TVRabu (22/10) malam.
“Itu tetap“Itu pasti dan tidak akan berubah,” tambah anggota DPR dari Fraksi Golkar itu.
Oleh karena itu, Fernando mewanti-wanti masyarakat tidak perlu khawatir dengan isu yang menyebutkan APBN akan digunakan untuk membayar utang Whoosh.
Sebagai solusinya, Fernando mengatakan permasalahan KCIC selanjutnya akan ditangani oleh Danantara. Sebagai induk perusahaan, lanjutnya, Danantara akan mengambil langkah cepat mengatasi kontroversi utang KCIC atau WHOOSH.
Fernando mengatakan, pihaknya telah berbicara dengan Danantara dan PT Kereta API Indonesia (KAI) untuk membahas solusi yang akan diambil.
Dalam kesempatan itu, Fernando tidak membeberkan hasil diskusinya. Namun, dia memastikan hal tersebut tidak menggunakan APBN.
“Dan kami di Komisi VI sudah bicara dengan Danantara dan direktur utama Kai, kami sudah punya solusi yang akan kami terapkan dan pasti tidak menggunakan APBN,” ujarnya.
Fernando mengaku melihat permasalahan mendasar dari proyek tersebut, yakni peminatnya terlalu besar, namun penjualannya kecil. Jadi solusinya Danantara harus meningkatkan tingkat penjualannya.
“Jadi yang harus kita lakukan adalah kita harus menekan minat ini, dan kita harus meningkatkan penjualan ini. Bagaimana caranya, Danantara harus ada di sini,” ujarnya.
Salah satu masalah yang muncul dalam pengembangan Whoosh dirangkum dalam catatan tersebut Cnnindonesia adalah nilai proyek yang melambung dan perhitungan investasi yang tidak akurat.
Nilai investasi proyek tersebut melonjak hingga US$7,2 miliar atau Rp. 116,54 triliun (asumsi kurs Rp 16.186 per dolar AS) dari semula US$ 6,07 miliar atau sekitar Rp. 86,67 triliun (kurs Rp 14.280 per dolar AS) dalam proposal investasi yang ditawarkan China.
(Thr/Anak)