Berita Kemendikbudristek Selidiki Kasus Bullying PPDS Undip

by


Jakarta, Pahami.id

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi) menyelidiki tuduhan intimidasi atau intimidasi di lingkungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Menjemput), Semarang, Jawa Tengah.

“Kemendikbudristek telah mengirimkan Tim Inspektorat Jenderal untuk melaksanakan pencarian fakta mengenai hasil investigasi internal Undip dan telah berkoordinasi dengan rektor, dekan dan AIPKI,” kata Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi (Dirjen Diktiristek), Abdul Haris dalam keterangannya, Sabtu (7/9).


Haris juga menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya mahasiswa anestesi PPDS Undip Aulia Risma Lestari.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama seluruh Dekan Fakultas Kedokteran melalui Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) sangat menentang segala bentuk kekerasan yang terjadi di satuan pendidikan kedokteran.

Mereka berkomitmen menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif, aman dan nyaman dalam melaksanakan tridharma.

“Kemendikbud telah berkoordinasi dan berkolaborasi dengan Kementerian Kesehatan melalui Komite Gabungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Kesehatan dalam pencegahan dan penanganan kekerasan dalam pendidikan kedokteran yang dilaksanakan di FK dan Rumah Sakit Pendidikan (RSP). ). , sebagaimana tertuang dalam perjanjian kerja sama FK dan RSP,” kata Haris.

Menurutnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan segera menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi.

Haris mengatakan aturan tersebut untuk memperkuat dan memperluas aturan terhadap segala bentuk kekerasan baik kekerasan seksual, kekerasan fisik, kekerasan psikis, perundungan, diskriminasi dan intoleransi, serta kebijakan yang mengandung kekerasan.

“Hal ini bertujuan untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang kembali dan kita memiliki landasan hukum yang kuat dan sistematis untuk mencegah dan menangani kasus kekerasan di tingkat pendidikan tinggi,” jelasnya.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan mengungkap adanya dugaan penganiayaan dalam kasus perundungan yang berujung pada meninggalnya dokter Aulia. Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril mengatakan, temuan tersebut diperoleh melalui proses investigasi yang dilakukan Kementerian Kesehatan.

Permintaan uangnya berkisar Rp 20 hingga Rp 40 juta per bulan, kata Syahril dalam kesaksiannya, Minggu (1/9).

Menurut Syahril, retribusi tersebut membebani Dokter Aulia dan keluarga. Faktor inilah yang diduga menjadi pemicu awal almarhum mengalami stres dalam studinya karena tidak menyangka akan ada pungutan sebesar itu.

Kementerian Kesehatan juga menghentikan sementara program studi anestesi FK Undip di RS Dr Kariadi Semarang menyusul meninggalnya Dokter Aulia.

Instruksi penghentian program studi anestesi FK Undip dikeluarkan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Azhar Jaya melalui surat bernomor TK.02.02/D/44137/2024 yang ditujukan kepada Direktur Utama RSUP Dr Kariadi.

Berdasarkan hasil autopsi, Polrestabes Semarang menyatakan korban Aulia telah menyuntikkan obat penenang ke tubuhnya. Korban dipastikan meninggal akibat overdosis Roculax, sejenis obat bius peregangan otot saat operasi.

Dalam kasus ini, polisi menemukan buku harian Aulia yang mengungkap kesulitannya selama kuliah kedokteran. Ia juga menyinggung soal perlakuan terhadap lansia. Polisi mengaku tidak menemukan bukti apa pun yang bisa mengarah pada perundungan.

(lna/rds)