Surabaya, Pahami.id —
Kejaksaan Jawa Timur (Kejaksaan Jawa Timur) membuka opsi untuk mengajukan peninjauan kembali (PK) terhadap kasus pembunuhan dan penganiayaan maut Ronald Tannur (32) melawan pacarnya, Dini Sera Afrianti (29).
Ketua Hakim Jabar Mia Amiati mengatakan, PK bisa diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) jika menemukan dan mempunyai fakta baru atau fakta baru dalam perkara tersebut.
“[Jaksa penuntut umum] Bisa [mengajukan PK]jika kita mencoba untuk memiliki novum. “Novum itu barang bukti tidak pernah kami hadirkan di pengadilan tapi nanti kami hadirkan,” kata Mia saat ditemui di kantornya, Kamis (24/10).
Pasalnya, dalam putusan kasasi Mahkamah Agung (MA), Ronald hanya divonis lima tahun penjara. Ia dinyatakan bersalah melanggar Pasal 351 Ayat (3) KUHP tentang perbuatan penganiayaan yang menimbulkan kematian. Serta dakwaan alternatif dari jaksa kedua.
Diketahui, putusan kasasi tersebut jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan JPU yakni 12 tahun penjara dan membayar ganti rugi kepada keluarga atau kerabat korban senilai Rp263,6 juta subsider 6 bulan kurungan.
Meski demikian, Mia menegaskan opsi PK ini berpotensi diajukan bukan karena ringannya hukuman kasasi. Namun hal ini tergantung pada ditemukannya bukti-bukti baru atau novum.
“Tergantung inovasinya tentu kita pakai format sesuai SOP, lapor ke pimpinan, kalau pimpinan. [perintahkan] Kami akan segera melakukan penegakan hukum atau mengambil tindakan hukum lainnya. “Kita lakukan dengan PK tapi harus ada yang baru dulu,” ujarnya.
Namun, kata Mia, ia senang dan agak puas dengan keputusan tersebut. Yang penting napi Ronald sudah dinyatakan bersalah.
“Tapi sementara ini kita harus sedikit puas karena dia terbukti bersalah, itu yang pertama,” pungkas Mia.
Sementara itu, keluarga korban, Dini Sera Afrianti (29), melalui pengacaranya, Dimas Yemahura, mengungkapkan keprihatinan sekaligus kekecewaannya terhadap putusan kasasi MA terhadap Ronald yang dinilai terlalu ringan.
Pertama, saya mewakili keluarga korban, tentunya saya sangat prihatin dengan keputusan tersebut, karena menurut saya terlalu ringan, padahal kita tahu keputusan di Surabaya mengandung unsur suap atau suap, kata Dimas saat dikonfirmasi. , Kamis. (24/10).
Menurut Dimas, MA tidak melihat kasus ini secara keseluruhan, khususnya terkait penggunaan pasal yang digunakan untuk mengadili Ronald. Ia menilai kasus ini harus dilihat sebagai pembunuhan, bukan sekedar penganiayaan.
Kedua, di sini kita lihat kembali bahwa Mahkamah Agung tidak mendalami perkara ini secara komprehensif yaitu menggunakan pasal penganiayaan, dimana menurut tim kuasa hukum kami jelas-jelas ada tindak pidana pembunuhan yang menyebabkan korban tersebut. mati, yaitu dilanggar [mobil]”katanya.
Dimas juga menyinggung penangkapan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus suap, Rabu (23/10).
Menurutnya, hal itu menjadi bukti adanya kejanggalan dalam penanganan kasus ini. Ia pun membuka opsi penyampaian berita acara pemeriksaan hakim di tingkat kasasi.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) membatalkan putusan pembebasan terdakwa Gregorius Ronald Tannur di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Melalui kasasi, MA memvonis Ronald Tannur lima tahun penjara.
Putusan: kasasi ke penuntut umum, batalkan judex facti, demikian bunyi putusan tersebut, dikutip dari laman Panitera Mahkamah Agung, Rabu (23/10).
(frd/fra)