Berita Jelajah Masjid An-nur Batu Merah, Masjid Tua Simbol Perdamaian Ambon

by

Daftar isi


Ambon, Pahami.id

Masjid An-nur Negara Batu Merah dikenal sebagai masjid pertama di kota itu Ambonmaluku.

Tak hanya masjid yang dianggap tertua di ibu kota Provinsi Maluku, rumah ibadah di Kecamatan Sirimau juga menjadi simbol toleransi beragama di kota yang dikenal dengan nama Manise tersebut.

Berdasarkan catatan sejarah, masjid ini dibangun sekitar tahun 1575 oleh seorang pedagang bernama Ibrahim Safari Hatala. Dia membangunnya pada tahun pertama pemerintahannya memimpin Bangsa Batu Merah.


Masjid dengan luas 10×15 meter persegi ini awalnya dibangun dari kayu dan beratap jerami dengan lantai pasir putih yang diambil dari pantai Batu Merah.

Masjid An-nur yang terletak di tengah Ambon Manise juga menjadi tempat ziarah bagi warga dan tokoh nasional yang pernah berkunjung ke kota tersebut.

<!–

ADVERTISEMENT

/4905536/CNN_desktop/cnn_nasional/static_detail

–>

“Jadi Masjid An-nur merupakan masjid pertama yang ada di kota Ambon. Bahkan, Masjid An-nur diklaim merupakan masjid tertua di Ambon setelah Masjid Jami yang dibangun oleh Imam Kadir Hatala pada tahun 1668 M,” Yang Mulia dikatakan. dari Batu Merah, Ali Hatala saat ditemukan CNNIndonesia.comJumat (1/3)

Jadi Masjid An-nur dan Masjid Jami ada kesinambungannya karena kedua masjid itu dibangun oleh keturunan Hatala, tambahnya.

Ali Hatala mengatakan, Masjid An-nur telah mengalami beberapa kali pemugaran, dimana beberapa bagian diubah dan dirawat – termasuk atapnya. Meski demikian, kata dia, bentuk aslinya masih tetap indah hingga saat ini.

Masjid ini juga berisi makam tokoh penyebar Islam di Ambon yaitu Habib Muhammad Bin Syeh Abubakar yang meninggal pada abad ke-20 Masehi.

Di sebelah makam Habib Muhammad Bin Syeh Abubakar terdapat makam Raja Kaidipang XI bernama Mohammad Nurdin Korompot yang diasingkan dari Gorontalo pada abad ke-16 oleh Belanda.

Jamaah melaksanakan ibadah di Masjid An-Nur, Negeri Batu Merah, Ambon, Maluku, Jumat (1/3/2024). Masjid An-nur Negeri Batu Merah dikenal sebagai masjid pertama di Kota Ambon. (CNNIndonesia/Said)

Buya Hamka dan Pela bergandengan tangan

Masjid An-nur yang dibangun di tepi pantai ini pernah menjadi pusat kajian para intelektual Islam yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama di Indonesia, Buya Hamka dan sarjana terkenal dari Jawa Timur, Bey Arifin.

Mereka biasa belajar Al-Qur’an dan belajar agama kepada ulama tinggi di Masjid Batu Merah pada masa kebangkitan nasional Indonesia.

Masjid ini juga menjadi simbol yang menggambarkan keharmonisan katapel antara warga Batu Merah yang beragama Islam dengan warga Ema dan Passo yang mayoritas beragama Kristen.

Saat itu, Ambon merupakan wilayah berdarah dan penuh konflik pada tahun 1990-an. Namun konflik tersebut berakhir damai, dan salah satu media yang mempersatukan masyarakat Ambon adalah tradisi katapel Sebuah ketapel merupakan salah satu tradisi khas di maluku khususnya maluku tengah.

Pela yang berarti hubungan kontraktual antara satu negara dengan negara lain, untuk sementara waktu pengumban Maksudku saudara perempuan. Jadi bisa dibilang katapel adalah nota perjanjian perdamaian antara dua entitas.

Kini warga di sana hidup saling membantu alias getong royong terutama untuk pekerjaan renovasi masjid hingga pembersihan sekitar area masjid, mulai dari pengecekan pagar hingga area dalam masjid saat merayakan bulan suci Ramadhan.

Begitu pula dengan warga Muslim di Batu Merah – yang merupakan populasi Muslim terbesar di Kota Ambon – yang ikut membantu pengumban Ema dan Passo saat ada pekerjaan Gereja.

Mereka pun tampil romantis ketika setiap ada pertunjukan budaya tradisional atau acara bernuansa religi mereka selalu hadir dan menampilkan musik totobuang dan hadrat yang dimainkan bersama.

Restorasi Masjid Batu Merah

Raja Batu Merah Ali Hatala mengatakan, Masjid An-nur dipugar pada tahun 1605 dan dijadikan bangunan permanen oleh Hasan Hatala, seorang saudagar yang diberi gelar oleh pemerintah Belanda sebagai Pati Raja Hatala.

Saat itu, Hasan Hatala memutuskan untuk memodifikasi bangunan masjid tanpa kehilangan bentuk aslinya karena masjid sudah tidak mampu lagi menampung jamaah.

Pemugaran yang kedua dilakukan pada tahun 1805 M oleh Abdurrahman Hatala karena bertambahnya jumlah penduduk sehingga bangunan masjid pun diperbesar.

Pada tahun 1924 bangunan masjid ini dipugar pada masa pemerintahan Abdul Wahid Nurlete, seorang ulama terkenal pada masa itu.

Kemudian pada tahun 1973-1974, Raja Ahmad Nurlete melakukan pekerjaan pemugaran dan pada tahun 1988 dilakukan pemugaran dengan mengganti dan mempercantik dinding sekeliling masjid dengan tiang-tiang semen kecil.

Pada tahun 1914 M masjid ini direnovasi kembali oleh Abdul Kahar yang berkuasa saat itu. Akhirnya pada tahun 1980, pemugaran masjid ini dilakukan selama beberapa dekade pada masa pemerintahannya.

Ia kemudian meninggal.Sebelum meninggal, Ali mengumpulkan sembilan marga adat dan memutuskan untuk merekomendasikan Kru Ternate sebagai Raja Batu Merah untuk periode 2006-2012.

Sepeninggal Krew Ternate, Batu Merah Negara menderita selama beberapa tahun dan hanya dipimpin oleh pejabat yang ditunjuk langsung dari Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon agar pemerintahan Batu Merah Negara berjalan lancar.

Hingga tahun 2023, Bangsa Batu Merah akan kembali mempunyai raja terakhir setelah Pemerintah Kota Ambon melantik Ali Hatala sebagai Raja Bangsa Batu Merah pada 11 Desember 2023.

Masjid An-nur Negeri Batu Merah dikenal sebagai masjid pertama di Kota Ambon, Maluku.  Tak hanya masjid tertua, rumah ibadah di Kecamatan Sirimau juga menjadi simbol toleransi beragama di kota yang dikenal dengan nama Manise.  (CNNIndonesia/Said)Masjid An-nur Negeri Batu Merah bukan hanya masjid tertua, rumah ibadah di Kecamatan Sirimau juga menjadi simbol toleransi beragama di kota bernama Manise. (CNNIndonesia/Said)

Tradisi mengirimkan nampan makanan di bulan Ramadhan

Negeri Batu Merah mempunyai tradisi unik di bulan Ramadhan, salah satunya adalah penyerahan nampan makanan oleh sembilan suku adat pada malam ketujuh Likur atau malam ke-27 Ramadhan.

Kesembilan suku tersebut adalah Lebeharia, Hatala, Masahoy, Lisaholet, Tahalua, Nurlete, Waliulu, Mamang dan Hunsow. Suku ini, setiap dua puluh tujuh malam atau malam ke 27 Ramadhan mereka membawakan makanan dan buah-buahan yang berbeda-beda.

Setiap nampan makanan dihias dengan ornamen dan tanda atau prasasti nama marga yang unik. Tanda tersebut bertujuan untuk memudahkan mereka mengenali nampan makanan ketika ratusan nampan makanan dikumpulkan di dalam masjid.

Usai pawai, nampan berisi makanan kemudian dibawa ke masjid untuk disantap bersama. Sebelum makan, mereka mengadakan pengajian mulai dari Surat Ad-Duha hingga Surat An-Nas yang dibacakan secara bergantian oleh para pemuda masjid dan perwakilan masyarakat.

Tradisi mengirimkan nampan makanan di bulan Ramadhan ini diadakan sebagai wujud rasa syukur atas rezeki tahun yang diberikan oleh Allah SWT.

Artikel ini merupakan rangkaian cerita yang dimuat di masjid-masjid kuno di Indonesia CNNIndonesia.com pada bulan Ramadhan 1445 Hijriah

(sai/anak)

!function(f,b,e,v,n,t,s){if(f.fbq)return;n=f.fbq=function(){n.callMethod?
n.callMethod.apply(n,arguments):n.queue.push(arguments)};if(!f._fbq)f._fbq=n;
n.push=n;n.loaded=!0;n.version=’2.0′;n.queue=[];t=b.createElement(e);t.async=!0;
t.src=v;s=b.getElementsByTagName(e)[0];s.parentNode.insertBefore(t,s)}(window,
document,’script’,’//connect.facebook.net/en_US/fbevents.js’);

fbq(‘init’, ‘1047303935301449’);
fbq(‘track’, “PageView”);