Jakarta, Pahami.id –
Wacana Menghidupkan Garis Besar Haluan Negara (Nyonya) dengan prinsip nama dasar negara (Phpn) telah dibahas lebih luas baru-baru ini.
Ini sebenarnya bukan hal baru. Wacana amandemen sudah bergulir sejak Jokowi memasuki masa jabatan kedua sebagai presiden pada 2019.
Penyusunan PPHN ini merupakan rekomendasi MPR periode 2014-2019. PPHN sama dengan Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang fungsinya digantikan oleh undang-undang nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan undang-undang nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005 – 2025.
PPHN dikatakan akan memuat arahan kebijakan strategis yang akan menjadi arahan untuk mengembangkan arahan pembangunan berkelanjutan oleh pemerintah dan lembaga negara lainnya. PPHN rencananya akan dimasukkan ke dalam UUD 1945 dengan amandemen terbatas terlebih dahulu.
Permasalahan ini sudah mengemuka sejak periode kepemimpinan MPR sebelumnya. MPR periode sebelumnya di bawah kepemimpinan Bambang Soesatyo pernah mengangkat persoalan ini.
Bamsoet, nama samaran Bambang, mengklaim wacana pengembalian PPHN sudah melalui kajian mendalam.
Ia yakin PPHN bisa menjelaskan rencana pembangunan jangka panjang meski pemerintahan berganti. Menurutnya, PPHN menjadikan pembangunan berkelanjutan.
Terkait amandemen ini, MPR telah melakukan kajian panjang dan mendalam untuk memulihkan PPHN. Sejak masa Pak Taufik Kiemas, kemudian usulan itu jatuh ke Pak Zulkifli Hasan, dan sekarang untuk masa jabatan kita, kata Bamsoet usai menghadiri rapat MPR dan DPD, Senin.
Namun kepemimpinan Bamsoet berakhir. MPR juga menyatakan tidak akan melakukan perubahan UUD NRI 1945 hingga pemilu 2024 usai.
Bamsoet mengatakan, DPR tidak ingin dituduh berupaya memperpanjang masa jabatan presiden lagi. Oleh karena itu, tidak akan ada amandemen hingga pemilu berlangsung.
“Untuk saat ini kesepakatannya nanti akan kita bahas setelah pemilu,” kata Bamsoet di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu 9 Agustus 2023.
Saat itu, Bamsoet menyebut isu miring membuat upaya amandemen tidak produktif. Padahal, MPR menilai ada beberapa aturan dalam UUD 1945 yang perlu diperbarui.
Bamsoet mencontohkan Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi, “Bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.”
“Kita catat di Pasal 33, sumber daya alam dikuasai negara, tapi ruang angkasa dan udara belum masuk dalam konstitusi kita,” ujarnya.
Namun setelah itu, tepatnya pertengahan tahun 2014, Bamsoet gencar bersafari menemui sejumlah tokoh.
Pada 28 Mei 2024, Pimpinan MPR mengunjungi kediaman Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono di Cikeas, Jawa Barat.
Bamsoet mengatakan SBY tidak keberatan jika UUD 1945 diamandemen. Menurut dia, amandemen UUD 1945 bukanlah hal yang tabu.
Beberapa hari kemudian, pimpinan MPR melanjutkan Safari. Kini giliran Ketua Nasdem Surya Paloh yang akan dipenuhi pada Selasa 4 Juni 2024.
Usai pertemuan, Bamsoet kembali mengatakan UUD 1945 harus dikaji lebih dalam.
Menurutnya, Undang-Undang Dasar kita yang sudah mengalami empat kali amandemen harus ditinjau kembali apakah sejalan dengan cita-cita para pendiri bangsa atau tidak.
Dua hari setelah bertemu Paloh, pimpinan MPR bertemu dengan mantan Ketua MPR Amien Rais periode 1999-2004. Usai pertemuan itu, Amien tak mempermasalahkan jika UUD 1945 kembali diamandemen.
Ia pun mengaku tak masalah jika presiden dipilih kembali oleh MPR.
Kepemimpinan MPR berganti, BAMSOET tidak lagi menjabat sebagai ketua. Periode ini digantikan oleh politikus Gerindra, Ahmad Muzani.
Dalam Sidang Tahunan MPR 15 Agustus lalu, Muzani mengatakan MPR kembali mengkaji wacana pemberlakuan kembali PPHN.
Disampaikannya MPR melalui lembaga kajian MPR yang didukung Komisi Pengkajian Konstitusi telah merampungkan rumusan PPHN.
Ia pun mengajak seluruh elemen di Indonesia mulai dari lembaga negara, akademisi, hingga tokoh masyarakat untuk menyampaikan pandangannya terhadap wacana pemberlakuan kembali PPHN.
“Menyampaikan pandangan dan pendapat untuk memberi masukan terhadap konsep PPHN,” ujarnya.
Selain itu, Muzani juga menyebutkan bahwa UUD 1945 penting untuk terus ditinjau ulang agar tetap relevan bagi kehidupan bernegara dan berbangsa di Indonesia.
Baru-baru ini, Muzani mengatakan pimpinan MPR telah meminta waktu bertemu dengan Prabowo untuk membahas masalah tersebut. Materi yang disampaikan MPR soal GBHN sudah final dan akan segera disampaikan kepada Prabowo untuk dibahas lebih lanjut.
Sekaligus, dia juga mengatakan, nantinya akan dibahas apa yang menjadi dasar hukum pemberlakuan kembali GBHN, baik melalui TAP MPR atau peraturan lainnya.
“Iya, kami meminta waktu bertemu dengan Presiden untuk membicarakan masalah ini,” kata Muzani di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (10/11).
(MNF/ISN)

