Jakarta, Pahami.id —
tentara Israel memberlakukan larangan pergerakan warga sipil di Libanon Selatan, dan melarang warga di lebih dari 60 desa di kawasan perbatasan untuk pulang ke rumah.
Juru bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan warga sipil dilarang bergerak ke selatan garis imajiner yang menghubungkan 10 pemukiman Lebanon di perbatasan dengan Israel.
Laporan dari TASSIDF mengatakan warga sipil yang bergerak ke selatan garis tersebut dapat membahayakan diri mereka sendiri.
Selain itu, tentara Israel juga mengeluarkan daftar lebih dari 60 desa di Lebanon yang warganya dilarang kembali.
Perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah Lebanon mulai berlaku pada 27 November, setelah dimediasi oleh Amerika Serikat dan Prancis.
Sebagai hasil dari perjanjian tersebut, pasukan Lebanon akan ditempatkan di sepanjang perbatasan selatan, yang kini juga diawasi oleh pasukan penjaga perdamaian PBB.
Selama gencatan senjata ini, pasukan Israel akan secara bertahap menarik diri dari Lebanon selatan selama 60 hari.
Sekretaris Jenderal Hizbullah Naim Qassem mengatakan dia akan bekerja sama dengan tentara Lebanon untuk menegakkan gencatan senjata yang disepakati kelompok milisi dengan Israel.
Dalam pidato pertamanya sejak gencatan senjata dimulai, Qassem meyakinkan tidak akan ada “masalah atau perselisihan” dengan tentara Lebanon.
“Koordinasi antara kelompok oposisi (Hizbullah) dan tentara Lebanon akan dilakukan pada tingkat tinggi untuk melaksanakan komitmen perjanjian,” kata Qassem.
“Kami akan bekerja sama untuk memperkuat kapasitas pertahanan Lebanon. Kami siap mencegah musuh (Israel) memanfaatkan kelemahan Lebanon,” lanjutnya, seperti dilansir Al Jazeera.
Selain itu, dalam pidatonya, Qassem juga menyatakan “kemenangan ilahi” dalam perang dengan Israel. Ia mengklaim kemenangan ini lebih besar dibandingkan kemenangan tahun 2006 saat Israel-Hizbullah bertempur selama 34 hari.
“Bagi mereka yang bertaruh bahwa Hizbullah akan lemah, kami mohon maaf, taruhan mereka telah gagal,” ujarnya.
(DNA/DNA)