Jakarta, Pahami.id –
Pengkhotbah Miftah Maulana Habiburrahman Menyampaikan permintaan maaf yang terkait dengan kasus -kasus penganiayaan yang diduga di Sekolah Menengah Islam Ora Aji (Ponpes).
Permintaan maaf Miftah disampaikan melalui ketua Yayasan Ponpes Ori.
“Bencana ini merupakan pukulan bagi kami, terutama atas nama sekolah perhiasan Islam.
Dia mengatakan yayasan melalui Ponpes juga melakukan intervensi untuk menjadi mediator antara para korban dan inisiatif KDR (23) dan 13 siswa lainnya yang dituduh sebagai penganiayaan. Meskipun upaya mediasi ditakdirkan tanpa titik pertemuan.
Adi menyebutkan bahwa 13 orang yang dituduh oleh pelaku semuanya santri. Tidak seorang pun dari administrator di Sekolah Menengah Islam Gus Miftah, Salam Miftah Maulana.
Adi tidak menyangkal masalah hubungan fisik antara 13 orang dan KDR pada Februari 2025. Namun, katanya, itu diberikan untuk memberikan pendidikan moral spontan dalam gaya persahabatan di antara para siswa.
Baginya, tuduhan korban terikat, dicambuk dengan tabung sampai dia terkejut.
Adi menjelaskan bahwa ‘pendidikan moral’ diberikan setelah KDR diakui sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kasus vandalisme, hilangnya properti di antara siswa, untuk penjualan air Galon tanpa mengetahui manajer sekolah asrama.
Santri spontan
Pengacara menyangkal bahwa apa yang dikatakan sebagai tindakan penganiayaan diberikan dalam niat untuk memaksa KDR untuk mengakui tindakannya. Pengakuan KDR, kata Adi, diperoleh melalui upaya persuasif oleh siswa.
“Versi kami adalah bahwa pelanggan kami mengatakan bahwa itu telah diakui terlebih dahulu,” kata Adi.
“Baiklah, (setelah pengakuan) tindakan spontan muncul. Spontan adalah ya. Upaya“Dia berkata.
Terlepas dari status tersangka dengan ancaman hukuman penjara selama lebih dari lima tahun, ADI mengkonfirmasi bahwa 13 orang tidak ditahan atas permintaan penasihat hukum Ponces Foundation.
Alasannya adalah, 13 Santry aktif yang masih membutuhkan pendidikan, selain empat anak di bawah umur.
Tuduhan penganiayaan di Ponpes Customs Miftah Maulana Habiburrahman diungkapkan oleh pengacara KDR, Heru Lestarianto.
Insiden itu terjadi pada kliennya pada 15 Februari 2025. Pemicu, korban dituduh mencuri penjualan air Galon yang dikelola oleh sejumlah boarding boarding Rp700 ribu.
Kepada tim hukum, korban mengakui bahwa ia dianiaya oleh 13 administrator pada dua waktu yang berbeda. Setiap kali penganiayaan diadakan, KDR dibawa ke salah satu kamar di sekolah asrama Islam.
(Kum/asa)