Berita Eks Komite SMA Luwu Utara Buka Suara soal Pemecatan Guru Bantu Honorer

by
Berita Eks Komite SMA Luwu Utara Buka Suara soal Pemecatan Guru Bantu Honorer


Makassar, Pahami.id

Dua Guru Siswa SMP di Luwu Utara, Sulawesi Selatan (Sulsel), Abdul Muis dan Rasnal ditolak setelah dinyatakan bersalah oleh majelis hakim Mahkamah Agung (MA) Terkait pengumpulan dana Rp 20 ribu dari orang tua siswa untuk membantu 10 guru honorer yang tidak menerima gaji.

Kabar tersebut awalnya terungkap dalam keterangan resmi Persatuan Guru Luwu Utara (PGRI) awal pekan ini. Dalam keterangan resmi, Selasa (11/11), Ketua PGRI Utara Luwu Ismaruddin mengatakan, “Keduanya dinyatakan PTDH (pemecatan tidak adil).”

Mantan Anggota Komite Sekolah SMAN 1 Luwu UtaraSulsel, Supri Balantja menjelaskan retribusi yang berujung pada pemberhentian kedua guru Gubernur tersebut.


Supri menjelaskan, kasus tersebut bermula pada tahun 2018, saat Rasnal menjabat sebagai Kepala Sekolah SMA Negeri Luwu Utara yang ingin membantu 10 guru honorer yang sudah sepuluh bulan tidak menerima gaji.

Rasnal dan Abdul Muis kemudian mengusulkan kepada Komite Sekolah agar orang tua siswa bekerjasama tanpa paksaan, usulan ini disetujui.

Belakangan, kata Supri, kedua guru tersebut dilaporkan lembaga swadaya masyarakat (LSM) ke Polres Luwu Utara karena diduga melakukan tindak pidana korupsi.

Penyidik ​​Polres Luwu Utara menetapkan Rasnal dan Abdul Muis sebagai tersangka berdasarkan hasil audit Inspektorat Pemkab Luwu Utara. Faktanya, SMA adalah otoritas inspeksi tingkat regional.

Selama proses hukum, berkas perkara beberapa kali dikembalikan oleh jaksa, karena dianggap tidak cukup bukti kepuasan atau tindak pidana korupsi.

“Tapi saat itu polisi tanya ke pengawas daerah di sini yang tidak punya kewenangan dan menyatakan ada tanda-tanda kerugian negara. Maklum, kerugian negara di mana, sedangkan itu uang orang tua,” kata Supri.

Seiring berjalannya waktu, kata Supri, kasus tersebut kemudian masuk ke pengadilan. Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Makassar, Guru Rasnal dan Muis menjadi tahanan kota.

Saat itu, kata Supri, Pengadilan Tipikor Makassar membebaskan guru Rasnal dan Abdul Muis.

“Pada 15 Desember 2022, majelis hakim menyatakan guru Rasnal dan Muis tidak bersalah karena meminta bantuan orangtuanya untuk membiayai guru honorer. Keduanya dibebaskan dari segala tuntutan hakim,” ujarnya.

Atas putusan tersebut, Kejaksaan Luwu Utara kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Berdasarkan laman Direktori Putusan MA, perkara ini terdaftar 56/PID.SUS-TPK/2022-PN MKS terhadap guru Rasnal dan nomor 57 terhadap guru Abdul Muis.

Akibatnya hakim membatalkan putusan pengadilan tingkat pertama, ujarnya.

Dalam putusan kasasi, majelis hakim agung memvonis Rasnal dan Abdul Muis 1 tahun penjara. Keputusan tersebut tercatat dengan nomor 4999 k/pid.sus/2023 pada 23 Oktober 2023.

Menurut Supri, hukuman bagi guru Rasnal dan Abdul Muis tidak boleh 1 tahun penjara. Sebab persoalan ini menyangkut Komite Sekolah dan orang tua siswa.

“Yang jelas ini sangat menyayat hati, karena tindakan panitia bersama orang tua, bukan Pak Rasnal dan Abdul Muis. Ini tidak adil, kalau ini kepuasan, harusnya siapa pun yang memberi dipenjara.

Supri pun menyayangkan keputusan penolakan kedua guru tersebut berdasarkan keputusan Gubernur Sulsel.

“Saya tidak menyalahkan gubernur yang menjalankan PTDH karena itu aturannya, tapi gubernur harusnya bijak dan empati serta punya empati terhadap guru, harusnya dia bertanya kepada stafnya, korupsi apa ini?

Penjelasan dari Departemen Pendidikan

Terpisah, dalam keterangan resminya, Ketua PGRI Luwu Utara Ismaruddin mengatakan pihaknya menilai ada yang salah dalam proses penolakan kedua guru tersebut. Menurut Ismaruddin, seharusnya pemerintah memberikan pembinaan terhadap kedua guru tersebut sebelum dipecat.

“Ada ada sesuatu yang salah “Di sini tentu saja mengganggu rasa keadilan dan kemanusiaan kita,” ujarnya.

Ismaruddin mengatakan, pihaknya bersama para guru Rasnal dan Abdul Muis akan meminta maaf kepada Presiden RI Prabowo Subianto agar mereka mendapat pengampunan atas dasar kemanusiaan.

“Kami mohon Presiden Prabowo mengampuni saudara Rasnal dan Abdul Muis agar bisa mengembalikan hak dan harkat dan martabatnya sebagai guru ASN,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Sulawesi Selatan (Sulsel), Iqbal Nadjamuddin menjelaskan, keputusan pemberhentian dua guru di Luwu Utara merupakan tindak lanjut dari kasus hukum pidana korupsi yang telah berkekuatan hukum tetap (Inkrah).

“Pemerintah daerah Sulsel hanya melaksanakan keputusan dan peraturan normatif terkait. Prosesnya sesuai aturan ASN.

Iqbal menjelaskan, pemecatan Rasnal bermula dari Laporan Hasil Penyidikan (LHP) pengurus Asn Sman/SMKN Cabang Dinas Pendidikan Luwu Utara oleh Inspektorat Daerah Sulawesi Selatan pada 15 Februari 2024 (Nomor: 700.04/725/B.5/ITPROV).

Menyusul LHP tersebut, Dinas Pendidikan Kabupaten Sulawesi Selatan menyurati petugas manajemen personalia pada 16 Agustus 2024.

Surat tersebut meminta pertimbangan status kepegawaian DRS. Rasnal, M.PD, mengacu pada putusan hukum yang telah ditandatangani Mahkamah Agung Republik Indonesia (nomor: 4999 K/pid.sus/2023, tanggal 23 Oktober 2023).

Dasar hukum pemberhentian kedua guru tersebut, kata Iqbal, sesuai dengan undang-undang nomor 20 tahun 2023 tentang ASN pasal 52 ayat (3) Huruf I dan PP nomor 11 tahun 2017, Pasal 250 Huruf b.

Pemberhentian keduanya sebagai ASN, mengaku Iqbal, juga mendapat pertimbangan teknis (pertek) dari Badan Layanan Umum Negara (BKN) sebagai dasar administratif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan seluruh proses dan dasar hukum, Gubernur Sulawesi Selatan telah mengeluarkan surat perintah nomor: 800.1.6.2/3973/BKD, tanggal 21 Agustus 2025 tentang pemberhentian paksa (PTDH) sebagai pegawai negeri sipil.

Sedangkan untuk Abdul Muis, tertuang dalam Keputusan Gubernur Sulsel Nomor 800.1.6.4/4771/bkd tanggal 14 Oktober 2025, menyusul Putusan MA 4265 K/pid.sus/2023 tanggal 26 September 2023.

Jadi, kami berharap informasi ini bisa meluruskan pemberitaan yang beredar. PTDH semata-mata merupakan hasil kasus korupsi yang sudah diputus Mahkamah Agung, ujarnya.

(miR/anak)