Berita Duduk Perkara Dugaan Korupsi LNG Pertamina hingga Ahok Diperiksa

by


Jakarta, Pahami.id

Perkembangan kasus yang dicurigai Korupsi terkait pengadaan gas alam cair (LNG) di PT. Pertamina (Persero) pada tahun 2011-2021 tetap dijalankan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Baru-baru ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada Kamis (9/1) dan mantan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati pada Jumat (10/1) sebagai saksi dalam kasus tersebut.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, Ahok diperiksa untuk mendapatkan informasi terkait kerugian yang dialami Pertamina akibat kontrak LNG tersebut.


Tessa menjelaskan, Ahok juga dimintai keterangan terkait permintaan dewan komisaris Pertamina kepada direksi terkait kontrak tersebut.

“BTP sedang didalami terkait kerugian yang dialami Pertamina pada tahun 2020 dengan potensi kerugian sebesar USD 337 juta akibat kontrak LNG Pertamina,” kata Tessa dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/1).

“Kami juga sedang mendalami permintaan Dewan Komisaris kepada Direksi untuk menyelidiki 6 kontrak LNG Pertamina,” lanjutnya.

Dikutip dari situs KPK, kasus ini sudah berlarut-larut selama beberapa tahun terakhir dan berujung pada putusan pengadilan yakni hukuman 9 tahun penjara terhadap mantan Direktur Utama PT Pertamina Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan. Karen kini mengajukan banding karena tidak menerima hukuman sembilan tahun penjara.

Kasus ini bermula pada tahun 2012, ketika PT Pertamina Persero mempunyai rencana untuk memperoleh LNG sebagai alternatif mengatasi defisit gas di Indonesia yang diperkirakan terjadi pada periode 2009-2040.

Dari perkiraan tersebut, pengadaan LNG dikatakan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan PT PLN, Industri Pupuk dan Industri Petrokimia lainnya di Indonesia.

Karen yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Persero periode 2009-2014 kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan pemasok LNG dari luar negeri termasuk perusahaan Amerika CCL (Corpus Christi Liquefaction) LLC.

Saat mengambil kebijakan tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut, Karen secara sepihak memutuskan melaksanakan perjanjian kontrak perusahaan CCL tersebut tanpa kajian atau analisa menyeluruh serta tidak melaporkannya kepada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero.

Selain itu, pelaporan juga tidak dilakukan untuk dibicarakan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dalam hal ini pemerintah. Oleh karena itu, tindakan Karen disebut tidak mendapat persetujuan pemerintah.

Sepanjang perjalanannya, seluruh kargo LNG milik PT Pertamina (Persero) yang dibeli dari perusahaan Amerika Serikat CCL LLC tidak terserap di pasar dalam negeri sehingga mengakibatkan kelebihan pasokan dan tidak pernah masuk wilayah Indonesia.

Akibat situasi kelebihan pasokan ini, PT Pertamina Persero harus menjualnya dengan kerugian di pasar internasional.

Perbuatan Karen Agustiawan bertentangan dengan ketentuan antara lain Undang-Undang Pernyataan Keputusan RUPS tanggal 1 Agustus 2012 tentang Anggaran Pokok PT Pertamina (Persero); Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008; Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-01/MBU/2011; dan Permeneg BUMN Nomor PER-03/MBU/08/2017 tentang Pedoman Kerjasama BUMN.

Perbuatan Karen Agustiawan tersebut menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan nasional sebesar sekitar USD 140 juta atau setara Rp 2,1 triliun.

Dalam pengembangan kasus ini, KPK menetapkan Direktur PT Pertamina Gas periode 2012-2014 Hari Karyuliarto dan Senior Vice President (SVP) Gas & Power PT Pertamina periode 2013-2014 Yenni Andayani sebagai tersangka.

Para tersangka diketahui diketahui pada 2 Juli 2024. Mereka diduga melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara.

Saat menetapkan tersangka saat itu, Tessa menegaskan lembaga antirasuah sedang mempelajari empat akuisisi LNG.

KPK juga memanggil pihak lain sebagai saksi termasuk mantan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati.

Selain Ahok dan Nicke, Tessa juga sudah membeberkan materi mendalam untuk 6 saksi lagi yang diperiksa dalam kasus ini.

Direktur Pengolahan Pertamina periode 12 April 2012 hingga November 2014, Chrisna Damayanto, mendalami rencana kebutuhan LNG kilang tersebut

Corporate Strategic Manager PT Pertamina Power (Persero) Ellya Susilawati diperiksa terkait aturan mekanisme pembelian LNG

Manajer Pengembangan Bisnis PT Pertamina periode 14 November 2013 hingga 13 Desember 2015, Edwin Irwanto Widjaja, diperiksa terkait kajian pengadaan LNG yang tidak pernah diserahkan ke Direktorat PIMR (Direktorat Investasi dan Manajemen Risiko).

Vice President Treasury PT Pertamina periode Agustus 2022 Dody Setiawan diperiksa terkait transaksi penjualan LNG tersebut.

Kemudian, Senior Vice President (SVP) Gas PT Pertamina (Persero) periode 2011 hingga Juni 2012, Nanang Untung, menyelidiki rencana proses pembelian LNG tahun 2012.

Di hadapan mereka, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan yang juga merupakan kuasa pemegang saham PT. Pertamina sebagai saksi dalam kasus ini.

Dahlan ditanyai terkait izin pengadaan LNG dalam pemeriksaan yang digelar pada 4 Juli 2024.

Perannya sebagai Menteri BUMN saat itu adalah sebagai kuasa pemegang saham PT Pertamina dan menanyakan apakah ada izin dari pemegang saham terkait kebijakan pengadaan LNG, jelas Tessa saat itu.

(mab/wis)