Surabaya, Pahami.id —
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengenakan sanksi pemberhentian tetap kepada Komisaris Bawaslu Surabaya Muhammad Agil Akbar, Senin (25/11).
Agil merupakan terdakwa dalam perkara No. 192-PKE-DKPP/VIII/2024. Ia terbukti melakukan hubungan tidak senonoh di luar nikah dengan wanita mantan anggota Panitia Pemilihan Daerah (PPK) di Kota Surabaya.
Pertama, menerima pengaduan pelapor secara keseluruhan. Kedua, menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap terhadap tergugat Muhammad Agil Akbar selaku anggota Bawaslu Kota Surabaya terhitung sejak putusan ini dibacakan, kata Ketua Majelis Heddy Lugito, Senin (25/1). /11).
Ketiga, Majelis juga menginstruksikan Bawaslu untuk melaksanakan putusan ini paling lambat tujuh hari setelah putusan ini dibacakan.
Dan keempat, memerintahkan Bawaslu untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan ini, ujarnya.
Dalam persidangan, Agil dan PSH diketahui sudah saling kenal sejak tahun 2017 sebagai senior dan junior di kampus. Kemudian, saat Agil menjadi Komisioner Bawaslu pada 2019, Agil meminta bantuan PSH untuk menjadi stafnya.
Kemudian komunikasi semakin intensif melalui WhatsApp, setiap hari saling berbagi foto dan berita. Lalu pada tahun 2021, keduanya memutuskan untuk menjalin hubungan sebagai pasangan, kata anggota sidang, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandy.
Fakta persidangan mengungkap keduanya melakukan hubungan seksual layaknya suami istri. Hal itu dibuktikan dengan bukti foto dan video yang dihadirkan selama persidangan.
Bahwa bukti foto tersebut diakui kebenarannya oleh pelapor dan terdakwa yang menunjukkan kedekatan khusus seperti di pantai, di bioskop, dan di dalam mobil, ujarnya.
Kemudian pada tahun 2022, PSH mengirimkan gambar tersebut kepada istri Agil melalui WhatsApp. Saat dikonfirmasi sang istri, Agil mengaku berpacaran dengan PSH.
Istri Agil kemudian meminta PSH putus dengan Agil. Namun berdasarkan fakta persidangan, PSH dan Agil ternyata masih berhubungan hingga November 2023.
Berdasarkan uraian fakta di atas, DKPP menilai hubungan antara tergugat dan pelapor tidak patut menurut hukum dan etik, hubungan antara terdakwa dan pelapor merupakan hubungan tidak wajar yang dilakukan oleh tergugat yang sudah mempunyai hubungan badan. istri yang sah,” katanya.
Perbuatan terdakwa dinilai tidak pantas dan seharusnya dilakukan oleh penyelenggara pemilu dengan kapasitas dan jabatan yang dipercayakan kepadanya, sebagai pejabat publik, seharusnya terdakwa bisa menjaga kehormatan dan nama baik penyelenggara pemilu, ujarnya.
Selain itu, dalam sidang penyidikan juga terungkap Agil mengirimkan uang Rp 20 juta kepada PSH. Hal ini terjadi saat pelapor mengundurkan diri sebagai PPK.
Kemudian terdakwa mengirimkan uang ke rekening pelapor sebesar Rp2,5 juta sejak Agustus 2023 sampai dengan Maret 2024 dengan total Rp17,5 juta, kata anggota pengadilan Ratna Dewi Pettalolo.
Agil sering mengirimkan uang ke rekening PSH untuk keperluan sehari-hari PSH seperti perawatan kulit, makan, liburan dan membeli kebutuhan lainnya sebesar Rp 31,9 juta.
“Istri terdakwa mengetahui hal tersebut, kemudian istri terdakwa menemui rekannya yang berprofesi sebagai advokat untuk memberikan nasihat terkait permohonan pelapor untuk mendapatkan uang dari suaminya. Advokat menyarankan istri terdakwa untuk menggugat pelapor,” katanya. Ratna.
Namun PSH tak menanggapi panggilan tersebut. Kemudian, pada 2 Desember 2023, Agil bersama istri dan dua orang pengacaranya mendatangi rumah PSH.
Dalam pertemuan tersebut disampaikan maksud dan tujuan untuk disampaikan kepada ibu PSH agar menasihati putrinya agar tidak mengganggu rumah tangga.
Dalam persidangan juga terungkap fakta bahwa terdakwa juga meminta agar pelapor mengembalikan uang sebesar Rp 20 juta, namun hingga persidangan digelar terdakwa tidak menerima uang tersebut dari pelapor, ujarnya.
Berdasarkan uraian tersebut, DKPP berpendapat terkait pengaduan PSH, tidak dapat dibuktikan bahwa kunjungan Agil ke rumah PSH bukan untuk melakukan pemerasan seperti yang tercantum dalam pengaduan PSH, namun dengan maksud meminta agar PSH tidak mengganggu rumah tangga Agil dan bertanya. PSH untuk mengembalikan sejumlah uang yang telah diberikannya.
Dengan demikian kesalahan pelapor 4.2 tidak terbukti dan jawaban DKPP tidak terbukti melanggar kode etik dan pedoman penyelenggara pemilu, tutupnya.
(frd/sfr)