Jakarta, Pahami.id –
Institut Studi Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LK2 FHUI) mengusulkan upaya untuk memaksa dan menyaksikan dalam peninjauan KUHP (Menggoreng) Harus menjadi izin hakim melalui jaksa penuntut.
Proposal tersebut disajikan pada pertemuan audiensi publik (RDPU) terus membahas RKUHAP di Dewan Perwakilan Rakyat III, Kamis (6/19). LK2 FHUI yang terdiri dari perwakilan dari Fakultas Hukum Mahasiswa, menilai bahwa upaya paksa masih perlu memperhatikan hak -hak tersangka, saksi, dan korban.
“Encouraging the Indonesian Parliament III Commission to pay attention to urgencies related to comprehensive arrangements for forced efforts to achieve human rights protection, including strengthening the rights of suspects or defendants, witnesses, victims, and groups exposed to the planned criminal procedure code,” said LK2 Fhui Executive Director, Fhui, Daffa Fhui, Daffa Fhui, Daffa Fhui, Daffa Fhui, daffa fhui, daffa fhui, daffa fhui, daffa fhui, daffa fhui, daffa fhui, daffa fhui, daffa fhui, daffa fhui, daffa fhui.
Dalam Kode Prosedur Pidana, upaya harus diatur dalam beberapa artikel, seperti Pasal 16-46. Upaya itu dilakukan oleh petugas penegak hukum untuk tujuan menyelidiki, penuntutan, dan peradilan termasuk penangkapan, penahanan, pencarian, untuk kejang.
Namun, dalam praktiknya, upaya sering mengabaikan hak asasi manusia. LK2 FH UI mendorong Kode Prosedur Pidana baru untuk terus memprioritaskan mekanisme pemulihan, pemulihan, keadilan pemulihan.
Sebaliknya, mereka juga mendorong Komisi Dewan Perwakilan Rakyat III untuk mengakomodasi peraturan dan penggunaan teknologi digital dan informasi dalam proses hukum pidana.
“Mendorong Komisi III Parlemen Indonesia untuk mengikuti lebih lanjut sehubungan dengan saran dan saran daripada berbagai elemen masyarakat untuk pencapaian partisipasi publik dalam pembentukan Kode Prosedur Pidana yang direncanakan,” kata Daffa.
Selain perwakilan mahasiswa FH UI, pertemuan tersebut juga dihadiri oleh perwakilan dari Dewan Eksekutif Mahasiswa Universitas Lampung (BEM Unila) dan Universitas BEM Bandar Lampung (UBL).
Pada titik proposal, Bem Unila juga menekankan upaya paksa. Mereka juga meminta agar upaya paksa harus dibenarkan oleh izin hakim melalui jaksa penuntut.
“Di mana harus menyerahkan upaya paksa dari penyelidik Polri, penyelidik dan tong lainnya melalui jaksa penuntut untuk persetujuan dari hakim,” kata Ketua Bem Unila Ammar Fauzan.
Ammar menekankan kekuatan investigasi berdasarkan lembaga yang mengakibatkan penegakan hukum cenderung tajam. Ini dibuktikan oleh banyak laporan keluhan publik yang tidak ditindaklanjuti hingga tahap investigasi.
Beberapa contoh kasus seperti kasus orang Malaysia di konser DWP oleh polisi nasional yang tidak bertanggung jawab, acara polisi untuk menembak siswa kejuruan di Semarang, untuk kasus AFIF Maulana dan penentuan siswa UI yang dibunuh secara tidak sengaja.
Menyediakan kondisi ini, ia mendorong prosedur pidana untuk memperkuat peran jaksa penuntut tidak hanya dalam penuntutan tetapi juga untuk mengawasi proses investigasi.
“Memperkuat peran jaksa sebagai penjaga kasus (Dominus litis“Di mana jaksa penuntut tidak hanya penerima tetapi juga mengendalikan instruksi investigasi sebagaimana ditetapkan dalam keputusan Pengadilan Konstitusi 55/PUU-XI/2013,” katanya.
Sementara itu, Presiden Bem FH UBL Alfin Sanjaya menyarankan agar upaya paksa harus memenuhi empat prinsip. Pertama, upaya paksa hanya dapat dilakukan oleh jaksa penuntut yang sah dan berwenang. Kedua, upaya paksa harus proporsional dan tidak boleh berlebihan.
Ketiga, upaya paksa harus dengan izin pengadilan. Akhirnya, upaya paksa harus bertanggung jawab dan transparan. Penyelidik, katanya, harus membuat menit resmi.
“Terutama bukti elektronik bersama dengan prosedur atau prosedur untuk mendapatkannya,” kata Alfin.
Menurutnya, ketua Dewan Perwakilan Rakyat III Habiburokhman, memastikan bahwa partainya akan menyerap aspirasi berbagai partai. Komisi III akan menyusun prioritas dan prioritas yang dipertimbangkan.
“Prioritas adalah bagaimana dalam kode prosedur pidana ini, menurut saya hal yang paling penting sekarang adalah bahwa kita merasa bahwa KUHP Priminal sekarang sangat sulit untuk memberikan keadilan kepada orang -orang.
Habib mengatakan DPR kemudian secara resmi akan membahas KUHP RUU Pidana dengan Pemerintah setelah istirahat dewan pada akhir Juni. Dia menargetkan RKUHAP untuk diselesaikan dalam dua periode percobaan.
(Thr/dal)