Jakarta, Pahami.id —
Presiden Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer di Korea Selatan pada Selasa (3/12) malam waktu setempat, saat ia merasa kekuasaannya terancam.
Dalam pidatonya, Yoon mengatakan langkah tersebut merupakan cara untuk membangun keamanan nasional ketika pasukan pro-Korea Utara memberontak dan mengutuk tindakan parlemen yang dikuasai oposisi.
Pengumuman ini muncul ketika kepercayaan publik terhadap Yoon sedang menurun dan politik Korea Selatan sedang kacau.
Lantas, apakah pemberlakuan status darurat militer merupakan skenario bagi Yoon untuk meraih kekuasaan?
Pengamat politik internasional dari Universitas Diponegoro, Aniello Iannone, yang biasa disapa Ello, mengatakan status tersebut merupakan upaya Yoon untuk mendapatkan kursi presiden.
“Saya kira begitu. Banyak indikasi bahwa darurat militer digunakan sebagai upaya untuk mendapatkan kekuasaan Presiden Yoon,” kata Ello saat dihubungi. CNNIndonesia.comRabu (12/4).
Tekad tersebut, lanjutnya, terjadi seiring melemahnya posisi politik Yoon, sementara oposisi menguat.
Pada pemilu legislatif April lalu, koalisi yang dipimpin oleh oposisi Partai Demokrat menang telak. Mereka berhasil memperoleh mayoritas dengan lebih dari 170 kursi di parlemen.
Parlemen juga telah memotong sekitar 4 triliun won dari anggaran yang diusulkan Yoon sebesar 677 triliun won untuk tahun depan. Selain itu, presiden dan legislator juga kerap menemui jalan buntu ketika membahas agenda politik pemerintah.
Yoon dalam pidatonya mengatakan bahwa langkah anggota parlemen tersebut telah melumpuhkan pemerintahannya.
“Saya akan segera melenyapkan kekuatan anti-negara dan menormalkan operasi negara,” kata Yoon.
Beberapa partai mengasosiasikan kekuatan anti-negara dengan parlemen yang dikuasai mayoritas, dalam hal ini koalisi pimpinan Partai Demokrat.
Yoon, dalam pidatonya, juga mengatakan lawan politiknya di parlemen melumpuhkan sistem peradilan di Korea Selatan dengan mengancam hakim dan menuduh jaksa.
Partai Demokrat di parlemen, lanjutnya, juga berupaya mencopot Menteri Dalam Negeri, Badan Pengawas Penyiaran, Kepala Badan Pemeriksa dan Pemeriksa, serta Menteri Pertahanan.
Menurut Konstitusi dan Darurat Militer Korea Selatan, deklarasi tersebut dapat dilaksanakan pada saat perang, dalam keadaan darurat nasional yang besar seperti perang, atau ketika situasi sangat mengganggu ketertiban umum, dan mempengaruhi fungsi administratif dan peradilan.
Dengan status ini, aktivitas politik dan media pasti akan dibatasi. Siapa pun yang melanggar juga bisa ditangkap tanpa surat perintah penangkapan.
Di sisi lain, kepercayaan publik terhadap Yoon anjlok hingga di bawah 20 persen seiring munculnya skandal korupsi dan kekacauan di parlemen yang tak kunjung mereda.
Yoon, dalam pidatonya, alih-alih menjelaskan ancaman kekuatan anti-negara atau kekuatan pro-Korea Utara yang dimaksud, ia malah menjelaskan gejolak politik dalam negeri.
Park Chan Hwan, profesor politik dari Kind University di Hwaseong, Korea Selatan, menilai status darurat militer menjadi pilihan terakhir Yoon yang sangat membuat panik.
Fakta bahwa presiden mengumumkan darurat militer tanpa berkonsultasi dengan penasihat menunjukkan kondisi psikologisnya yang terisolasi, kata Park. Pemberita Korea.
Dia kemudian berkata, “Ketika orang merasa terisolasi, mereka cenderung membuat keputusan yang tidak rasional.”
Menurut pengamat dari Indonesia, pernyataan Yoon terkait darurat militer yang menyebut Korea Utara juga hanya sekedar pembenaran atas tindakan politiknya.
“Retorika terhadap kekuatan pro-Korea Utara atau simpatisan komunis di parlemen juga tampaknya hanya menjadi pembenaran politik tanpa bukti nyata,” kata Ello.
Ello lalu berkata, “[Ini] sering digunakan untuk mendiskreditkan oposisi dan membungkam kritik.”
Pengamat tersebut juga mengatakan bahwa penangguhan kegiatan politik, termasuk parlemen, pembatasan kebebasan media dan protes merupakan ciri khas dari strategi konsolidasi kekuasaan dengan pendekatan otoriter.
Para pengamat meyakini penerapan darurat militer dapat menjadi preseden berbahaya, melemahkan norma-norma demokrasi, dan mengikis kepercayaan masyarakat.
Tak lama setelah Yon mengumumkan keadaan darurat militer, parlemen mengadakan rapat pleno. Sebanyak 190 anggota sepakat menolak keputusan tersebut.
Yoon kemudian mencabut status darurat militer. Namun kemarahan masyarakat Korea Selatan terhadap presiden tidak hilang begitu saja.
Warga berkumpul di depan Majelis Nasional sejak Selasa malam menyerukan pemakzulan Yoon dan bahkan pengunduran diri presiden.
(isa/dna)