Kupang, Pahami.id –
Sebanyak 17 terdakwa terlibat dalam kasus dugaan kekerasan terhadap bawahan yang mengakibatkan kematian mereka Prada Lucky Chepril Saputra Namo akan menjalani sidang perdana di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Selasa (28/10).
Puluhan terdakwa merupakan prajurit TNI (AD) yang bertugas di Batalyon Pembangunan Daerah 834/Waka Nga Mere (Yon TP 834/Wm), Nagekeo, Ntt.
Mereka tertuang dalam satu berkas perkara dengan nomor perkara 41-k/pm.III-15/AD/X/2025.
Menurut Humas Pengadilan Militer (Dilmil) III-15 Kupang, Kapten Chk. Perdamaian Chrisdianto, puluhan terdakwa akan menjalani sidang perdana pada Selasa (28/10).
Besok (hari ini) kita lanjutkan dengan nomor 41-k/pm.III-15/AD/X/2025 dengan terdakwa 17 orang, kata dia.
Dia menjelaskan, persidangan 17 terdakwa akan berlangsung secara terbuka di Pengadilan Militer III-15 Kupang.
Sebelumnya, percobaan pertama dalam kasus penganiayaan bawahan dengan nomor 4 40-k/pm.III-15/AD/X/2025 dengan terdakwa Lettu Inf. Ahmad Faisal digelar pada Senin (27/10).
Sidang tersebut beragendakan pembacaan dakwaan dan pemeriksaan saksi dengan ketua majelis hakim, CHK utama. Subiyatno dan dua orang juri anggota yaitu Kapten Chk. Dennis Carol Napitupulu dan Kapten Chk Zainal Arifin Anang Yulianto.
Sedangkan JPU yang membacakan dakwaan adalah Letkol Chk Alex Panjaaitan dan Letkol Chk. Yusdiharto.
Dalam persidangan, JPU mendakwa terdakwa pertama Letjen Inf. Ahmad Faisal pun memukul korban Prada Lucky. Selain itu, terdakwa juga diduga mengabaikan Prada Lucky saat diserang puluhan anggota TNI lainnya.
Untuk itu letnan satu Inf. Ahmad Faisal dijerat dengan berbagai pasal atau gabungan hingga ancaman hukuman sembilan tahun penjara.
“Menuntut terdakwa dengan gabungan pasal, yaitu satu pasal pokok 131 ayat 1 juncto ayat 2 subsider Pasal 131 ayat 1 KUHPM KUHPM dan pasal kedua pokok 132 KUHPM juncto Pasal 131 juncto KuHPM 131 ayat 1 juncto ayat 2 subsider KUHPM lebih dari Pasal 131 KUHPM KUHPM Juncto Pasal 131 Ayat 1 KUHP,” kata Jaksa Militer Letkol Chk. Alex Panjaaitan membacakan dakwaan.
Usai pembacaan dakwaan, sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan enam orang saksi, yakni empat prajurit TNI dan dua orang tua Biologi Prada Lucky.
Sementara itu, mengutip Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Kupang halaman III-15, kasus penganiayaan bawahan terbagi dalam tiga berkas perkara dengan tanggal pendaftaran 20 Oktober 2025.
Berkas pertama adalah berkas bernomor 40-k/pm.III-15/AD/X/2025 dengan satu orang terdakwa atas nama terdakwa AF.
Berkas perkara kedua adalah berkas nomor 41-k/pm.III-15/AD/X/2025 dengan jumlah terdakwa 17 orang yakni TDA, AM, PAD, AYN, RDAK, INL, DAPB, MJAD, RS, EJH, AA, JB, YVI, MPG, FIR, ATAQS dan YOB.
Sedangkan berkas perkara ketiga dengan nomor berkas 41-k/pm.III-15/AD/X/2025 diperuntukkan bagi empat orang terdakwa yakni AA, EDA, PNBS dan ARR.
Oleh karena itu, total 22 prajurit TNI dan AD diusulkan sebagai terdakwa untuk diadili dalam kasus terorisme yang mengakibatkan tewasnya Prada Lucky.
Sebelumnya, penyidik Denpom IX/1 Kupang telah menetapkan 22 tersangka prajurit TNI yang bertugas di Yonif Teritorial 834/Waka Nga sebagai tersangka dalam kasus tewasnya Prada Lucky.
Dari 22 orang tersangka, tiga di antaranya merupakan perwira satu berpangkat Letnan Satu (Lettu), satu orang, dan dua orang letnan dua (letda).
Prajurit Lucky Chepril Saputra Namo (23), prajurit TNI yang bertugas di Batalyon Pembangunan Daerah 834 Waka Nga Mere (Yon TP 834/Wm) Nagekeo tewas akibat penganiayaan yang dilakukan seniornya di asrama batalyon.
Prada Lucky meninggal dunia pada Rabu (6/8). Ia menjalani perawatan selama empat hari di Intensive Care Unit (ICU) RSUD Aeramo, Nagekeo.
Jenazahnya kemudian dibawa kembali ke Kupang setelah dijemput oleh orang tua kandungnya, yakni Serma Kristian Namo dan ibunya Sebepner Paulina Mirpey, pada Kamis (7/8).
Setelah dua hari terbaring di rumah duka, jenazah Prada Lucky dimakamkan pada Sabtu (9/8) dengan upacara militer. Sebelum upacara wajib militer dilaksanakan, terlebih dahulu didahului dengan upacara pemakaman yang dipimpin oleh Pendeta Lenny Walungguru dari Gmit Batu Karang Kuanino.
(ELI/UGO)

