Jakarta, Pahami.id —
Bareskrim Polri campur tangan dan berpartisipasi dalam mengawasi dan memantau keamanan, kualitas dan penyerapan susu segar di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Penyidik Senior Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Satreskrim Polri, Kompol Teguh Widodo mengatakan, pihaknya melakukan hal tersebut untuk mengetahui proses dan hasil produksi susu di wilayah tersebut.
“Kami bersama Kementerian Pertanian berkoordinasi dengan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur untuk meninjau industri pengolahan susu,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (12/12).
Teguh menjelaskan, peninjauan khusus dilakukan terhadap PT Indolakto sebagai industri pengolahan susu (IPS) yang mencakup wilayah Purwosari-Pasuruan.
Berdasarkan hasil pengawasan, kata dia, IPS mengambil bahan baku berupa Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) dari sembilan koperasi unit desa, tujuh pengepul, dan dua peternakan mandiri.
Sedangkan untuk bahan baku impor persentasenya hanya 5,1 hingga 5,8 persen dengan jenis WMP dan SMP yang berasal dari Selandia Baru, Australia, dan Amerika Serikat.
“Tidak ada MoU antara IPS dengan pemasok susu (koperasi, pengepul atau peternak). Namun IPS memberikan informasi kepada pemasok susu mengenai rencana produksi. Penyerapan susu melalui sistem PO berdasarkan kebutuhan produksi,” jelasnya.
Lebih lanjut Teguh mengatakan, bahan baku susu segar hasil peternak ini dihargai industri mulai Rp 8.000 hingga 8.500 per kilo tergantung kualitasnya.
Jika susu yang diterima dari peternak berkualitas baik dan melebihi standar, maka industri akan memberikan imbalan tambahan. Sedangkan jika kualitasnya di bawah maka peternak akan dikenakan sanksi.
Parameter yang diperiksa adalah organoleptik (warna, bau, rasa, kekentalan), uji fisik, suhu penerimaan, BJ, titik beku, uji alkohol, uji didih dan uji kimia (total padatan, lemak, protein, laktosa, PH, kadar asam, SNF, kontaminasi mikroba (TPC),” ujarnya.
Teguh mengatakan, hingga saat ini pihak industri sudah menolak 10 produk susu yang diajukan peternak lokal. Sebab, kualitas susunya dinilai belum memenuhi standar.
Di sisi lain, Anggota Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Reskrim Polri Kombe Piter Yanottama mengatakan, pihaknya juga melakukan pengawasan terhadap peternak sapi perah di wilayah Boyolali, Blitar, dan Pasuruan.
Pengecekan terhadap peternak susu segar dilakukan untuk melihat langsung kualitas kandang sapi, proses pemerahan sapi, pengujian hasil produksi susu, penyimpanan susu (unit pendingin) dan proses pengiriman ke industri.
“Hal ini untuk mengetahui permasalahan industri pengolahan susu yang tidak maksimal menyerap susu segar dari sawah/KUD karena kualitasnya yang di bawah standar,” ujarnya.
Faktanya, peternak/KUD merasa menjaga kualitas sesuai standar yang ditetapkan perusahaan agar kualitas susu tetap baik dan terserap oleh IPS, namun seringkali ditolak saat pengiriman susu atau kuota pengiriman. berkurang,” tambahnya.
Akibatnya, kata dia, beberapa perusahaan secara sepihak menolak menyerap susu dari peternak karena alasan kualitas. Hal ini menimbulkan kerugian besar bagi peternak karena stok susu yang dikumpulkan akan rusak dalam waktu 1-2 hari.
“Ada perbedaan metodologi pemeriksaan laboratorium kualitas susu antara IPS dan peternak. Jadi data tiap pemeriksaan laboratorium berbeda-beda,” jelasnya.
Untuk itu, kata Piter, pihaknya mengingatkan perusahaan atau industri pengolahan susu untuk berkomitmen menyerap susu dari petani padi yang lolos uji laboratorium sesuai kuota dalam MoU kerja sama di antara mereka.
“Jangan secara sepihak atau di tengah jalan IPS tiba-tiba menolak mengirimkan susu atau mengurangi kuota sesuai MOU kerjasama dengan KUD,” tutupnya.
Permasalahan terkait susu segar sebelumnya muncul belakangan ini. Peternak sapi perah di Boyolali mandi susu sebagai bentuk protes terhadap pengurangan kuota industri pengolahan susu (IPS).
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan pemerintah akan kembali mewajibkan industri menyerap susu dari peternak lokal. Ia menegaskan, akan segera merevisi peraturan presiden sebagai payung hukum aturan tersebut.
(tfq/DAL)