Jakarta, Pahami.id —
Amerika Serikat mengeklaim Korea Utara menyusupkan warganya ke perusahaan-perusahaan di AS, untuk mencuri informasi rahasia yang kemudian digunakan untuk pemerasan.
Uang hasil pemerasan tersebut diduga digunakan untuk mendanai program senjata Pyongyang.
Departemen Luar Negeri AS menyatakan sekitar 130 karyawan asal Korea Utara bekerja di perusahaan teknologi informasi (IT) AS dan organisasi nirlaba pada tahun 2017 hingga 2023. Mereka telah memperoleh penghasilan setidaknya $88 juta (sekitar Rp 1,4 triliun) yang digunakan Korea Utara untuk membiayai senjata penghancur massal.
Perwakilan Korea Utara untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York tidak berkomentar mengenai hal ini.
Departemen Luar Negeri AS saat ini sedang mencari informasi dari dua perusahaan Korea Utara yang terkena sanksi, yakni Yanbian Silverstar Network Technology dan Volasys Silverstar. Kedua perusahaan yang masing-masing berbasis di China dan Rusia itu disebut-sebut menangani para pekerja tersebut.
Departemen Kehakiman AS juga secara terpisah mengumumkan dakwaan terhadap 14 warga Korea Utara yang dituduh bekerja di perusahaan AS dengan menggunakan identitas palsu.
Karyawan tersebut diduga beroperasi dari luar AS untuk mencuri informasi sensitif perusahaan, salah satunya adalah kode sumber komputer perusahaan, dan mengancam akan membocorkannya kecuali perusahaan tersebut membayar uang tebusan.
Ke-14 orang tersebut kini didakwa dengan sejumlah dakwaan termasuk penipuan online, pencucian uang, dan pencurian identitas.
“Untuk mendukung rezim brutalnya, pemerintah Korea Utara mengarahkan pekerja TI untuk mendapatkan pekerjaan melalui penipuan, mencuri informasi sensitif dari perusahaan-perusahaan AS, dan menyedot uang kembali ke Korea Utara,” kata Wakil Jaksa Agung AS Lisa Monaco dalam sebuah pernyataan.
Sebagian besar terdakwa diyakini berada di Korea Utara. Untuk itu, Departemen Luar Negeri AS menawarkan hadiah sebesar $5 juta (sekitar Rp 80 miliar) bagi siapa saja yang dapat memberikan informasi tentang tersangka.
Seorang pembelot Korea Utara yang merupakan spesialis IT pernah mengaku kepada Reuters pada November 2023 bahwa di Korea Utara, ia akan mencoba mendapatkan pekerjaan dan membuat profil media sosial palsu untuk mendapatkan lebih banyak pekerjaan.
(blq/dna)