Jakarta, Pahami.id –
Amerika Serikat dikatakan telah menyerang kapal lain yang diduga penyelundup narkoba di Samudera Pasifik Timur pada Selasa (4/11). Dua orang tewas dalam serangan itu.
Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth mengatakan kapal itu terlibat dalam penyelundupan narkoba dan melakukan perjalanan melalui jalur ilegal.
Intelijen AS mengonfirmasi bahwa kapal tersebut terlibat dalam penyelundupan narkoba dan melalui jalur perdagangan ilegal. Serangan itu terjadi di perairan internasional di Samudra Pasifik Timur, kata Hegseth dalam postingan di platform X, dikutip AFP.
“Kami akan mencari dan menghancurkan setiap kapal yang berniat menyelundupkan narkoba ke Amerika Serikat untuk meracuni rakyat kami. Melindungi tanah air adalah tujuan utama kami,” ujarnya.
Hingga saat ini, serangan udara AS telah menghancurkan 17 kapal yang terdiri dari 16 kapal reguler dan satu kapal semi submersible.
Namun, pemerintah AS belum menunjukkan bukti apa pun apakah target mereka benar-benar membawa narkoba atau sekadar memberikan ancaman terhadap AS.
Sejak awal bulan September, Amerika Serikat telah melakukan serangan semacam itu, dan menurut para ahli, serangan ini dapat dikategorikan sebagai “pembunuhan ekstremis”.
Meski sasarannya adalah jaringan peredaran narkoba, namun aksinya melibatkan sedikitnya 67 orang di kawasan Karibia dan Pasifik.
Keluarga korban menyatakan bahwa banyak dari mereka yang terbunuh sebenarnya adalah warga sipil, termasuk nelayan.
Operasi pemberantasan narkoba ini juga membawa peningkatan besar kekuatan militer AS di kawasan Amerika Latin.
Amerika Serikat mengerahkan beberapa kapal perang serta jet tempur siluman F-35, dan mengirim Grup Pengangkut Pesawat USS Gerald R. Ford ke wilayah tersebut. Langkah ini memicu ketegangan regional.
Presiden Venezuela Nicolas Maduro, yang menghadapi dakwaan narkoba di AS, menuduh AS menggunakan dalih pemberantasan narkoba untuk menggulingkan rezimnya dan menyita minyak mereka.
Maduro menegaskan tidak ada produksi obat-obatan di Venezuela. Negaranya hanyalah jalur transit kokain dari Kolombia di luar keinginannya.
Presiden Brasil, Luiz Inácio Lula da Silva, juga berharap invasi AS ke Venezuela tidak terjadi, dan bersedia bertindak sebagai mediator kedua negara.
Dari Vatikan, Paus Leo XIV juga mengkritik aktivitas militer AS di kawasan Karibia. Dalam pidatonya, beliau mengatakan setiap negara berhak menjaga perdamaian.
“Tetapi dalam kasus ini berbeda karena meningkatkan ketegangan,” kata Paus berusia 70 tahun itu.
“Saya yakin dengan kekerasan kita tidak akan menang, yang perlu dilakukan adalah mencari cara untuk berbicara,” ujarnya.
(RNP/DNA)

