Berita Apa Risiko Jika KTP Digital Dipaksakan Tanpa Infrastruktur Daerah?

by
Berita Apa Risiko Jika KTP Digital Dipaksakan Tanpa Infrastruktur Daerah?


Jakarta, Pahami.id

Identitas populasi digital (IKD) atau Kartu ID Digital didorong oleh pemerintah sebagai bagian dari transformasi digital nasional. Namun, upaya ini berisiko besar jika dipaksakan tanpa kesiapan infrastruktur regional yang memadai, terutama pada yang kurang beruntung, paling penting, dan luar (3T) yang masih menghadapi keterbatasan internet.

IKD dirancang sebagai pengganti KTP elektronik (E-KTP) dan dimulai secara bertahap di berbagai daerah. Program ini tidak hanya untuk efisiensi birokrasi, tetapi juga untuk mendukung sektor layanan publik, perbankan, pendidikan, untuk diplomasi digital di seluruh dunia.

Namun, keberhasilan digitalisasi identitas populasi sangat bergantung pada kesiapan infrastruktur teknologi regional. Tanpa dukungan infrastruktur yang memadai seperti jaringan internet yang stabil, perangkat keras yang kompeten, perangkat lunak, dan sumber daya manusia, aplikasi IKD sebenarnya bisa menjadi bumerang.


Pelaporan dari Direktorat Jenderal Populasi dan Pendaftaran Publik (Dukcapil) dari Kementerian Dalam Negeri, Direktur Dukcapil -General Setyabudi menjelaskan beberapa tantangan utama yang dihadapi dalam implementasi IKD.

Mulai dari data dinamis yang terus berubah, keterbatasan infrastruktur digital di area 3T, ke literasi digital rendah di masyarakat.

“Tantangan pertanggungan di Indonesia timur, daerah perbatasan, interior, wilayah 3T, dan orang Indonesia diperlukan untuk menjadi perhatian kami,” katanya di Jakarta pada hari Rabu (4/23).

Selain itu, Strong juga menekankan potensi ancaman global terhadap keamanan data pribadi. Dia menekankan pentingnya membangun sistem IKD dengan prinsip-prinsip nol-trraust dan memperkuat daya tahan digital nasional untuk menangkal serangan dunia maya dan kebocoran data.

Jika kartu ID digital dipaksakan tanpa kesiapan infrastruktur, risiko tidak hanya menyangkut kegagalan sistem, tetapi juga membuka kesenjangan dalam penyalahgunaan identitas digital. Masyarakat dapat menjadi korban manipulasi data terhadap kejahatan dunia maya yang material dan sosial.

Kekhawatiran ini diperkuat oleh beberapa kasus penipuan yang menggunakan mode KTP digital sebagai nama. Pelaporan dari Detik.com, lusinan penduduk Kota Mataram, Nusa West Southeast (NTB), dilaporkan menjadi korban penipuan minggu lalu. Para pelaku disamarkan sebagai penyedia layanan residen dan menawarkan layanan perubahan KTP fisik digital, dengan daya tarik administratif.

“Mode ini kembali seperti itu, jelas tidak ada (penawaran layanan) atas nama Dukcapil atau sebaliknya,” kata penduduk Kota Mataram dan Kantor Pendaftaran Publik (Dukcapil), Mansur, Selasa (6/17).

Dalam praktiknya, pelaku meminta pembayaran yang relatif besar kepada korban berdasarkan biaya membuat atau mengaktifkan kartu ID digital. Mansur mengatakan partainya telah mencoba meminimalkan penipuan dengan menyebarkan informasi melalui berbagai saluran.

“Kami selalu bersosialisasi untuk itu, dan kami memastikan itu bukan layanan dari Dukcapil. Untuk (meminimalkan kebangkitan kami) kami mencetak FlayerBahwa tidak ada pertanyaan (layanan dengan meminta semua pembayaran gratis), “kata Mansur.

Dia menambahkan bahwa masyarakat sekarang dapat melaporkan secara curang yang dituduhkan melalui berbagai saluran resmi, termasuk Hotline 24 -jam, media sosial, atau langsung ke kantor layanan publik.

“Kami membuka hotline 24 -jam, media sosial, kami juga dapat datang langsung ke pusat layanan publik, atau kami dapat datang langsung ke kantor resmi,” katanya.

Salah satu penghuni Mataram, Wawan, mengakui bahwa ia sering menjadi target anak sapi yang tidak diketahui atas nama Dukcapil. Dia terganggu karena angka baru terus muncul bahkan ketika mereka diblokir.

“Beberapa hari yang lalu jumlah berbagai ponsel yang saya lanjutkan, menawarkan perubahan dalam CTP, dan lainnya. Maaf Itu benar, “kata Wawan.

Wakil Walikota Tegal, Tazkiyatul Mutmainnah, juga mengingatkan masyarakat untuk mengetahui penipuan atas nama aktivasi IKD.

“Pastikan aktivasi IKD dilakukan oleh petugas Disdukcapil,” katanya.

Fenomena ini menunjukkan betapa pentingnya tidak hanya menjadi infrastruktur digital yang adil, tetapi juga pendidikan dan perlindungan masyarakat agar tidak menjadi korban penipuan. Baik pemerintah pusat dan daerah perlu memastikan standar keamanan yang tinggi, serta sistem verifikasi yang andal sebelum memperluas implementasi IKD di suatu negara.

Risiko memaksakan aplikasi IKD tanpa kesiapan infrastruktur dan pendidikan publik dapat menyebabkan kerugian besar, dari penyalahgunaan data pribadi hingga merusak kepercayaan publik terhadap sistem digital pemerintah.

(Kay/isn)