Jakarta, Pahami.id –
Lima program anestesi program pendidikan kedokteran ahli (PPD) Universitas Diponegoro (UNDIP) bersaksi bahwa Levi sampai ‘artikel anestesi’ telah berada di lingkungan akademik selama dua dekade terakhir.
Ini disampaikan oleh mereka yang hadir sebagai saksi dalam sesi terus menerus dari kasus gangguan yang mengarah pada kematian Dr Aulia, anestesi mahasiswa PPDS. Mereka melihat terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Zara Yupita Azra.
Saksi -saksi telah mengungkapkan bahwa artikel anestesi dan kontribusi BOP dalam kasus ini telah lama ada. Alumni, yang datang pada tahun 2004, Imam Suyudi, bahkan mengatakan bahwa ia telah mengalami anestesi dan kontribusi BOP.
Imam itu, yang tinggal dari Juli 2004 hingga Desember 2007, mengatakan sejak awal entri telah diberitahu tentang sumbangan untuk inspeksi dan kegiatan akademik lainnya di luar SPP.
“Pada waktu itu perkiraan jumlah RP40-50 juta dipisahkan, di luar spp. Waktu wawancara disampaikan kepada bendahara, tetapi dalam implementasi kami membayar kepada bendahara,” kata pendeta itu di Pengadilan Distrik Semarang, Rabu (8/13).
Dia mengatakan uang itu digunakan untuk membiayai lewat simposium, pemeriksaan nasional, ke Kongres ilmiah.
Dia juga menyebutkan bahwa artikel anestesi telah ada sejak dia memasuki PPDS Undip Anesthesia pada tahun 2004. Bahkan, dia telah ada sejak seniornya.
“Seperti yang saya ingat, sudah 20 tahun yang lalu, (isinya) artikel senior selalu benar, jika senior salah maka ingat artikel satu, artikel berikutnya yang saya lupa,” kata pendeta ketika ditanya oleh terdakwa Taufik.
Sementara saksi Jerry, penduduk kelas 2011, memberikan informasi di hadapan hakim bahwa sesi keuangan khusus meminta kandidat untuk membuat pernyataan biaya.
Uang ini digunakan untuk ujian nasional, simposium, transportasi, dan akomodasi.
“Membuat pernyataan dan menghitung diri sendiri, pada waktu itu di generasi kita Rp50 juta harus disiapkan,” kata Jerry.
Menurut Jerry, biayanya dimaksudkan untuk kelulusan. Jerry mengklaim tidak harus membayar biaya.
“Sebagai dokter umum yang mendaftarkan PPD sudah tahu berapa banyak yang harus disiapkan. Meskipun saya wawancarai, itu dihitung sekitar RP300-400 juta,” katanya.
Dia juga menyebutkan bahwa artikel anestesi yang telah ada sejak dia adalah seorang penduduk penting untuk diadakan sehingga junior mematuhi perintah senior yang berkaitan dengan resep obat dan perawatan untuk pasien.
“(Artikel PPD) harus ada karena jika tidak ada, bahaya bagi pasien,” katanya.
Persidangan diadakan sehubungan dengan gangguan yang dituduhkan dalam lingkungan akademik Undip Anestesi PPD yang diduga menyebabkan kematian seorang dokter Aulia Risma yang berkelanjutan.
Ada tiga terdakwa dalam kasus ini, yaitu Kepala Anestesi PPD Dr. Taufik Eko Nugroho, anestesi PPD dari staf Administrasi Pemilihan Sri Maryani, dan anestesi senior PPD Zara Yupita Azra.
Baca berita lengkapnya Di Sini.
(WIS)