Jakarta, Pahami.id —
Guru Besar Hukum Universitas Al Azhar Indonesia Profesor Suparji Ahmad mengapresiasi kinerja Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) yang menyerahkan dana Satgas Pengendalian Kawasan Hutan (PKH) senilai Rp 6,6 triliun kepada pemerintah.
Uang tersebut merupakan hasil pemungutan denda administrasi kehutanan yang dilakukan Satgas PKH sebesar Rp2,4 triliun. Sedangkan Rp. 4,2 triliun merupakan hasil penghematan keuangan nasional akibat penanganan tindak pidana korupsi yang dilakukan Kejaksaan Agung.
Penyerahan dilakukan Jaksa Agung ST Burhanudin kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Acara tersebut juga disaksikan oleh Presiden RI Prabowo Subianto.
Uang tersebut dipajang di Toko Jampidsus Kejagung, Jakarta, Rabu (24/12). Tumpukan uang berisi pecahan Rp100 ribu yang disusun setinggi satu meter memenuhi lobi Meja Bundar Kriminal Khusus Jaksa Agung.
Hal ini merupakan hal yang baik dalam penegakan hukum, khususnya dalam hal korupsi. Ia juga menilai penegakan hukum bukan sekedar memenjarakan, tapi juga memulihkan aset negara.
“Ini patut diapresiasi. Dan ini merupakan pemberantasan korupsi yang produktif.
Kinerja Kejagung pun mendapat apresiasi dari Presiden Prabowo Subianto.
Apresiasi ini memberikan energi kepada Kejaksaan Agung dan aparat penegak hukum lainnya untuk bekerja secara profesional, progresif dan membantu perekonomian nasional.
“Dengan adanya perampokan ini mendorong aparat penegak hukum lainnya juga melakukan hal yang sama, sehingga ada perhitungan dalam rangka pemberantasan korupsi terkait dengan analisis hukum ekonomi.
Jadi kerjanya bukan sekedar seru, tidak sekedar jadi berita, tapi ada hasilnya, pengembalian ini adalah bukti nyata kerja Jaksa Agung profesional dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, ujarnya.
“Kalaupun kemarin ada masalah, itu hanya anggota Kejaksaan. Itu tidak bisa menjadi kelemahan Kejaksaan, karena Kejaksaan sudah melakukan reformasi dengan baik dan menjalankan tugasnya dengan baik,” ujarnya.
Kejaksaan Agung perlu menyiapkan program kerja pada tahun 2026 karena korupsi masih merajalela di negeri ini.
“Jadi perlu ada kemauan nyata untuk memberantas korupsi, apalagi pada tahun 2026 nanti ketika KUHP dan KUHAP baru berlaku. Jangan melemahkan pemberantasan korupsi, justru kita perlu lebih mendorong pemberantasan korupsi yang berorientasi pada keadilan dan dapat memulihkan keuangan negara.

